Liputan6.com - Zaman sekarang segala sesuatunya diukur dengan kecepatan, termasuk penyajian makanan. Salah satu makanan cepat saji yang digemari adalah chicken nugget atau daging ayam olahan.
Boleh jadi nugget digemari lantaran mudah dalam pengolahan dan penyajiannya yang tanpa berpikir ruwet soal bumbu. Makanan ini memerlukan perlakuan khusus, yakni selalu disimpan dalam kondisi beku. Karena jenis makanan ini masuk dalam kategori mudah rusak oleh mikroorganisme.
Peluang pasar makanan beku cepat saji ini masih terbuka lebar dan cenderung berkembang. Salah seorang yang memanfaatkan peluang ini dengan membuat industri rumahan adalah Emy.
Sayangnya, di tengah upaya pengusaha makanan beku cepat saji yang dalam proses pembuatannya sangat memperhatikan nilai gizi dan kebersihan produk, muncul berita tak sedap. Segelintir oknum yang hanya memikirkan keuntungan besar tanpa mempedulikan dampak kerugian bagi orang lain, berjualan makanan beku yang tak sesuai standar.
Tak mau rugi sepeserpun. Bahan mentah dicari dan dikumpulkan dari sisa-sisa limbah rumah-rumah makan, restoran, dan juga hotel-hotel. Sungguh sangat tidak sehat. Sisa-sisa makanan yang mungkin sudah kotor dan tidak layak makan dikais dari tempat pembuangan sampai malam hari.
Perburuan makanan sampah ini tak akan berhenti dilakukan, hingga bisa mencukupi kebutuhan daging untuk membuat nugget olahan.
Membayangkannya saja mungkin kita merasa mual dibuatnya. Pasalnya, bukan tak mungkin, makanan beku cepat saji yang pernah kita makan dibeli secara sembarangan merupakan hasil olahan dari sampah makanan. Ini sudah pasti amat berbahaya bagi kesehatan.
Ingin membuktikan kebenaran fakta perdagangan makanan beku yang tak sehat ini, tim Sigi SCTV menggali informasi lebih dalam ke beberapa kontak terpercaya di sejumlah daerah. Seorang narasumber menguatkan isu itu.
Ia menggiring kami mendapati pemain di bisnis makanan beku, yang menggunakan daging sisa-sisa pembuangan untuk pembuatan nugget dan tempura racikannya. Lokasinya di sebuah kota besar di Pulau Jawa.
Kami bisa menyakinkan, hingga peracik nugget ini membeberkan rahasia dapurnya: menyulap limbah makanan menjadi makanan cepat saji. Proses investigasi diawali dengan belanja kebutuhan bahan baku untuk membuat nugget dan tempura.
Kami mengikuti sang peracik yang mengarahkan kendaraannya ke salah satu pasar tradisional. Kamera tersembunyi terus merekam. Setelah itu, toko material mejadi sasaran berikutnya.
Aneh rasanya, namun bisa menjadi petunjuk penting. Benar saja, ternyata si peracik membeli tawas penjernih air. Di perjalanan, tiba-tiba si peracik menghampiri tempat pembuangan sampah. Mengaduk aduk mencari sesuatu dan mendatangkan rasa ingin tahu.
Di saat itulah datang seorang ibu tua pemulung yang bertanya aktivitas yang tengah dilakukan si peracik. Saat ditanya mencari apa, si peracik nugget menjawab, "Untuk pakan ikan lele."
Belum puas dengan hasil yang didapat, kali ini ia mendatangi rumah-rumah makan. Usai mendapat semua bahan, kini saatnya mengolah dari bahan-bahan yang ada.
Pertama, daging-daging limbah sisa makanan yang diragukan kesehatannya dibersihkan dengan tawas. Kemudian si peracik membeberkan keahliannya mengolah racikan nugget dan mempertontonkannya kepada kami.
Dengan pengolahan sederhana, limbah makanan disulap menjadi makanan siap saji yang tidak higienis dan tidak layak konsumsi. Produk nugget dan tempura industri rumahan sudah dikemas, dan langkah berikutnya didistribusikan.
Keesokan harinya, racikan nugget berbahan daging sisa-sisa pembuangan siap dilempar ke pasaran. Menggunakan sebuah sepeda motor, penjual mengantar makanan siap saji yang diragukan kesehatannya menemui konsumen dan para pelanggan.
Salah satu target peracik makanan tak sehat ini adalah masuk ke lingkungan sekolah. Alasannya, jajanan ini terbilang laris di sekolah. Salah satu pedagang yang menjajakan nugget dan tempura ia datangi. Artinya, anak-anak sekolah jadi korbannya.
Tak berlama-lama, sang peracik bergerak kembali menjual nugget dan tempura ke warung-warung langganannya. Sang peracik biasa memasukkan rata-rata dua bungkus nugget dan tempura, serta dilego dengan harga yang relatif murah dan bersahabat. Hanya Rp 8.000 per bungkus.
Dalam sekejap, barang dagangannya laris manis dibeli pelanggan. Diam-diam kami pun mengambil sedikit sampel makanan beku itu untuk kepentingan pengujian laboratorium.
Hasilnya, sudah bisa ditebak. Nugget dan tempura telah terkontaminasi bahan kimia berbahaya jenis boraks. Di samping itu, pengolahan dan penyajiannya juga tidak layak konsumsi. Penggunaan bahan pangan yang tidak higienis dan tidak layak konsumsi juga berisiko bagi kesehatan.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai, pengawasan terkoordinasi dari semua pihak terhadap produk olahan industri rumah tangga dinilai amat kurang. Sehingga, kerap terjadi pelanggaran.
Melihat adanya peredaran makanan beku yang tak layak konsumsi, sebagai konsumen tak perlu menjadi cemas. Ada ciri-ciri yang bisa dilihat dengan kasat mata.
Dilihat dari warna:
- nugget palsu gelap
- nugget asli agak pucat
Kemudian jika diraba kekenyalannya:
- nugget palsu dimakan kenyal dan lentur
- nugget asli tidak kenyal dan tidak lentur
Di samping itu ada pula cara efektif membedakan produk makanan beku asli dan aspal alias asli tapi palsu, yakni menggunakan kucing. Kalau nugget olahan menggunakan limbah makanan, maka si kucing tidak mau menyantap nugget itu.
Jadi mulai detik ini, konsumen harus lebih waspada dalam memilih nugget yang dijual di pasaran. Perhatikan warna, kemasan, juga nomor registrasi pangan industri rumah tangga (p-irt) dari Dinas Kesehatan dan industri pabrikan dari Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (BPOM). Jika sama sekali tak tercantum bisa dipastikan produk tersebut ilegal dan berbahaya. Video
Boleh jadi nugget digemari lantaran mudah dalam pengolahan dan penyajiannya yang tanpa berpikir ruwet soal bumbu. Makanan ini memerlukan perlakuan khusus, yakni selalu disimpan dalam kondisi beku. Karena jenis makanan ini masuk dalam kategori mudah rusak oleh mikroorganisme.
Peluang pasar makanan beku cepat saji ini masih terbuka lebar dan cenderung berkembang. Salah seorang yang memanfaatkan peluang ini dengan membuat industri rumahan adalah Emy.
Sayangnya, di tengah upaya pengusaha makanan beku cepat saji yang dalam proses pembuatannya sangat memperhatikan nilai gizi dan kebersihan produk, muncul berita tak sedap. Segelintir oknum yang hanya memikirkan keuntungan besar tanpa mempedulikan dampak kerugian bagi orang lain, berjualan makanan beku yang tak sesuai standar.
Tak mau rugi sepeserpun. Bahan mentah dicari dan dikumpulkan dari sisa-sisa limbah rumah-rumah makan, restoran, dan juga hotel-hotel. Sungguh sangat tidak sehat. Sisa-sisa makanan yang mungkin sudah kotor dan tidak layak makan dikais dari tempat pembuangan sampai malam hari.
Perburuan makanan sampah ini tak akan berhenti dilakukan, hingga bisa mencukupi kebutuhan daging untuk membuat nugget olahan.
Membayangkannya saja mungkin kita merasa mual dibuatnya. Pasalnya, bukan tak mungkin, makanan beku cepat saji yang pernah kita makan dibeli secara sembarangan merupakan hasil olahan dari sampah makanan. Ini sudah pasti amat berbahaya bagi kesehatan.
Ingin membuktikan kebenaran fakta perdagangan makanan beku yang tak sehat ini, tim Sigi SCTV menggali informasi lebih dalam ke beberapa kontak terpercaya di sejumlah daerah. Seorang narasumber menguatkan isu itu.
Ia menggiring kami mendapati pemain di bisnis makanan beku, yang menggunakan daging sisa-sisa pembuangan untuk pembuatan nugget dan tempura racikannya. Lokasinya di sebuah kota besar di Pulau Jawa.
Kami bisa menyakinkan, hingga peracik nugget ini membeberkan rahasia dapurnya: menyulap limbah makanan menjadi makanan cepat saji. Proses investigasi diawali dengan belanja kebutuhan bahan baku untuk membuat nugget dan tempura.
Kami mengikuti sang peracik yang mengarahkan kendaraannya ke salah satu pasar tradisional. Kamera tersembunyi terus merekam. Setelah itu, toko material mejadi sasaran berikutnya.
Aneh rasanya, namun bisa menjadi petunjuk penting. Benar saja, ternyata si peracik membeli tawas penjernih air. Di perjalanan, tiba-tiba si peracik menghampiri tempat pembuangan sampah. Mengaduk aduk mencari sesuatu dan mendatangkan rasa ingin tahu.
Di saat itulah datang seorang ibu tua pemulung yang bertanya aktivitas yang tengah dilakukan si peracik. Saat ditanya mencari apa, si peracik nugget menjawab, "Untuk pakan ikan lele."
Belum puas dengan hasil yang didapat, kali ini ia mendatangi rumah-rumah makan. Usai mendapat semua bahan, kini saatnya mengolah dari bahan-bahan yang ada.
Pertama, daging-daging limbah sisa makanan yang diragukan kesehatannya dibersihkan dengan tawas. Kemudian si peracik membeberkan keahliannya mengolah racikan nugget dan mempertontonkannya kepada kami.
Dengan pengolahan sederhana, limbah makanan disulap menjadi makanan siap saji yang tidak higienis dan tidak layak konsumsi. Produk nugget dan tempura industri rumahan sudah dikemas, dan langkah berikutnya didistribusikan.
Keesokan harinya, racikan nugget berbahan daging sisa-sisa pembuangan siap dilempar ke pasaran. Menggunakan sebuah sepeda motor, penjual mengantar makanan siap saji yang diragukan kesehatannya menemui konsumen dan para pelanggan.
Salah satu target peracik makanan tak sehat ini adalah masuk ke lingkungan sekolah. Alasannya, jajanan ini terbilang laris di sekolah. Salah satu pedagang yang menjajakan nugget dan tempura ia datangi. Artinya, anak-anak sekolah jadi korbannya.
Tak berlama-lama, sang peracik bergerak kembali menjual nugget dan tempura ke warung-warung langganannya. Sang peracik biasa memasukkan rata-rata dua bungkus nugget dan tempura, serta dilego dengan harga yang relatif murah dan bersahabat. Hanya Rp 8.000 per bungkus.
Dalam sekejap, barang dagangannya laris manis dibeli pelanggan. Diam-diam kami pun mengambil sedikit sampel makanan beku itu untuk kepentingan pengujian laboratorium.
Hasilnya, sudah bisa ditebak. Nugget dan tempura telah terkontaminasi bahan kimia berbahaya jenis boraks. Di samping itu, pengolahan dan penyajiannya juga tidak layak konsumsi. Penggunaan bahan pangan yang tidak higienis dan tidak layak konsumsi juga berisiko bagi kesehatan.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai, pengawasan terkoordinasi dari semua pihak terhadap produk olahan industri rumah tangga dinilai amat kurang. Sehingga, kerap terjadi pelanggaran.
Melihat adanya peredaran makanan beku yang tak layak konsumsi, sebagai konsumen tak perlu menjadi cemas. Ada ciri-ciri yang bisa dilihat dengan kasat mata.
Dilihat dari warna:
- nugget palsu gelap
- nugget asli agak pucat
Kemudian jika diraba kekenyalannya:
- nugget palsu dimakan kenyal dan lentur
- nugget asli tidak kenyal dan tidak lentur
Di samping itu ada pula cara efektif membedakan produk makanan beku asli dan aspal alias asli tapi palsu, yakni menggunakan kucing. Kalau nugget olahan menggunakan limbah makanan, maka si kucing tidak mau menyantap nugget itu.
Jadi mulai detik ini, konsumen harus lebih waspada dalam memilih nugget yang dijual di pasaran. Perhatikan warna, kemasan, juga nomor registrasi pangan industri rumah tangga (p-irt) dari Dinas Kesehatan dan industri pabrikan dari Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (BPOM). Jika sama sekali tak tercantum bisa dipastikan produk tersebut ilegal dan berbahaya. Video
No comments:
Post a Comment