Jun 20, 2009

Pergi ke Puncak ketika Musim Turis Timur Tengah Tiba (3)

Di kalangan para turis Timur Tengah yang sedang berburu istri kontrak di Cisarua, Bogor, nama Asep cukup dikenal sebagai perantara alias makelar. Kebanyakan pria Timur Tengah itu sreg pada pilihan Asep. Sebab, dia tahu betul selera mereka.

Menurut Asep, nasib wanita yang menjadi istri kontrak pria Timur Tengah, kalau tidak untung, ya buntung. Mereka yang beruntung mendapat suami kontrak baik hati bisa meraup banyak uang. Sebaliknya, mereka yang mendapat suami pelit hanya memperoleh uang dari nilai kontrak saja. Tak ada yang lain. ''Itu bergantung si wanitanya,'' kata Asep.

Dia lantas menceritakan beberapa kiat yang dilakukan sejumlah istri kontrak agar suaminya mau mengeluarkan uang ekstra. ''Paling sering, mereka mengajak suaminya jalan-jalan ke mal,'' ungkapnya.

Nah, saat jalan-jalan itulah, kata dia, para istri bisa bermanja kepada suaminya agar mau mengeluarkan uang untuk membelikan beragam barang yang diinginkan. Mulai baju hingga kebutuhan rumah tangga. Tak jarang, sang suami diajak jalan-jalan ke Taman Safari yang tak jauh dari vila tempat mereka tinggal.

Turis Timur Tengah yang paling disukai untuk dijadikan suami kontrak adalah mereka yang baru pertama datang ke Cisarua. ''Sebab, biasanya mereka itu paling gampang mengeluarkan duit. Kalau sudah begitu, bukan hanya wanitanya yang untung, kami sebagai perantara juga kecipratan dapat uang,'' tuturnya.

''Mereka itu kalau bayar ojek bisa sampai Rp 100 ribu sekali jalan. Kalau pas naik angkot, bayarnya bisa sampai Rp 20 ribu. Mobil rental pun laris,'' ujar lelaki berambut gondrong dikucir tersebut.

Kehadiran turis Timur Tengah memang menggairahkan roda perekonomian di kawasan Puncak. Karena menjadi destinasi rutin, sejumlah fasilitas wisata menjamur di kawasan Puncak. Di antaranya, rental mobil (mobil yang disewakan umumnya Suzuki APV dan sejenisnya), jasa penukaran uang asing, travel agent, hingga penatu. Semua penyedia jasa itu bahkan membuat papan nama dalam dua bahasa, yakni Arab dan Indonesia.

Namun, kata bapak satu anak itu, umumnya turis Timur Tengah yang dermawan adalah mereka yang baru kali pertama menjalani kawin kontrak. Mereka yang berpengalaman dan makan asam garam Puncak justru lebih pelit. ''Nggak tahu apakah mereka tidak tahu atau karena memang baik mungkin ya,'' katanya. Mereka yang sudah sering ke Puncak biasanya malah pelit. ''Bahkan, pelitnya lebih dari orang-orang sini,'' tegasnya.

Husin, calo lainnya, menuturkan, soal pelit atau dermawan sebenarnya bergantung kualitas istri kontrak. Istri yang benar-benar disukai suami akan benar-benar dimanja dengan fasilitas serta uang pemberian di luar nilai kontrak. Bahkan, istri yang berkesan di hati suami akan ikut diboyong ke tanah air sang suami.

''Dulu ada yang seperti itu. Setelah musim Arab selesai, dia dibawa ke Arab. Katanya sih si suaminya suka, makanya dibawa. Nah, karena itu, ada beberapa orang sini yang pengen diperistri orang Arab. Siapa tahu bisa dibawa ke sana,'' ungkapnya.

Husin ragu wanita yang dibawa ke Arab itu akan benar-benar menjadi istri sah suaminya. Sebab, suami tersebut pasti memiliki istri sah di negaranya. ''Kalau kata tetangga sih, dia di sana dijadiin pembantu. Mungkin enakan gitu kali ya. Jadi, kalau istrinya pergi, bisa main sama pembantunya,'' ujarnya lantas tergelak.

Namanya Ida, sebut saja demikian. Usianya sekitar 30 tahun. Wanita yang mengaku tinggal di Desa Gandamanah tersebut ditinggal suaminya bekerja di Malaysia sejak setahun lalu. ''Suami saya pamit kerja di sana dua tahun. Katanya pulang 2010,'' ujarnya.

Awal 2008, Ida melihat banyak wanita di sekitar rumahnya yang menjalani kawin kontrak. Mereka, kata wanita berambut sebahu itu, terlihat hidup glamor karena menerima banyak uang. ''Iya kan kelihatan. Rambutnya dicat, terus ada yang bisa beli sepeda motor,'' ungkapnya.

Salah seorang rekannya yang menjadi istri kontrak lantas menawari dirinya untuk menjadi istri kontrak. Awalnya Ida enggan. Namun, karena kiriman dari suami seret dan tak terlalu banyak, dia pun tergiur.

Akhirnya, dia pun meneken kawin kontrak selama tiga bulan pada awal Mei lalu. ''Lumayan sih. Cuma tiga bulan bisa dapat Rp 7 juta. Kerja saja nggak bisa dapat segitu,'' ujarnya.

Tampaknya, Ida pintar memanfaatkan situasi. Dia tak mau kalau hanya mendapat uang kontrak. Strategi meraup uang lebih banyak pun dia jalankan. Yakni, mengajak suaminya yang orang Kuwait itu berjalan-jalan. Mulai mal, pasar tradisional, hingga Taman Safari, Bogor. Bahkan, tak jarang dia minta uang saku harian. ''Biasanya sekali ngasih bisa sampai Rp 250 ribu. Lumayan kan,'' katanya lantas tersenyum.

Dia pun minta dibelikan sejumlah barang. Mulai pakaian, kamera digital, hingga ponsel. ''Saya pengen minta dibelikan sepeda motor. Tapi, masih belum berani. Nanti saja kalau waktunya tepat,'' ucapnya.

Apakah tidak takut ketahuan suami? Ida menggeleng. Menurut dia, suaminya tak bakal pulang sampai 2010. Sebab, suaminya itu bekerja di sebuah perusahaan perkebunan di Malaysia. Untuk pulang sewaktu-waktu, tak bisa seenaknya.

''Kalau nanti curiga, ya tinggal bilang saja kalau saya di sini kerja. Habis, kirimannya juga nggak banyak,'' tuturnya.

No comments:

Post a Comment