Sep 5, 2013

Agar Tak Lagi Berteriak Hadapi Anak

Kompas.com - Tak ada satupun orangtua yang ingin marah dengan menaikkan volume suaranya sampai satu oktav. Tapi, kadang ada saja kejadiannya, entah itu bikin susu tumpah, lupa bawa kotak sarapan, atau menutup pintu.

Namun sebelum teriak-teriak, coba ingat lagi, sebenarnya buat apa sih, kita sampai menaikkan volume suara? "Karena merasa tidak didengar oleh anak," ujar Eileen Kennedy-Moore, PhD, penulis buku Smart Parenting for Smart Kids.

Bisa jadi benar demikian. Tetapi, percayalah semakin kita menaikkan volume suara, makin anak tidak mendengarkan apa yang kita sampaikan. Jadi, baiknya coba terapkan 10 kebiasaan berikut ini sebagai gantinya.

1. Rencanakan semua hal dengan matang. Coba pikir-pikir lagi apa yang kerap membuat Anda marah-marah? Dan dari situ bikin atau siapkan agenda secara terencana. Bisa dari agenda anak berangkat sekolah, jadwal kursus mereka hingga acara akhir pekan.

Dr. Kennedy-Moore mengatakan kadang ketika orangtua marah-marah, itu karena dia butuh waktu persiapan lebih banyak. Jadi kenapa tidak mencoba bersiap lebih dulu sebelum meminta anak bersiap diri ke sekolah. Bagaimana caranya ketika Anda memakai maskara sementara di saat yang sama menyuruh anak juga mengurusi dirinya sendiri? Atur semua terencana, bisa dengan menempatkan post list, apa saja yang dibutuhkan anak, jadi semua lebih tertata. Misal, Rangga butuh baju olahraga tiap hari Selasa, dan daftar lainnya.

2. Jangan berekspektasi terlalu tinggi. Anda pernah meminta anak untuk membersihkan perlengkapan mainnya, dan semua berjalan lancar di minggu pertama, namun kemudian semua berantakan lagi di minggu berikutnya. Jangan buru-buru marah, bisa jadi karena dia masih kecil, bukannya abai atau tidak mau mendengarkan Anda.

3. Jadilah contoh atau role model. Ketika Anda berteriak-teriak, anak akan merekamnya dengan baik. Dan bayangkan, jika suatu saat, entah pada adiknya atau sesama teman di sekolah mereka akan melakukan hal yang sama. Berteriak-teriak, mengeluarkan semua kata-kata yang Anda pernah keluarkan. Jadi, coba bayangkan, Anda menyampaikan kemarahan dengan lembut, dan suatu saat dia akan berlaku sama.

4. Beri tanda. Di saat rasanya Anda akan marah-marah dengan berteriak, cobalah redam sebentar, dan bilang padanya untuk meninggalkan ruangan. Kontrol diri Anda dengan baik dan pahami bahwa jangan sampai kata-kata jelek keluar. Dengan sikap ini, anak pun belajar bahwa dirinya menaruh respect atau saling menghargai terhadap orang lain, menjaga kata-kata dan perbuatannya.

5. Alihkan dengan distraksi. Misalkan, suatu kali Anda masuk ke dapur dan melihat sepatu anak berserakaan. Seketika Anda ingin marah dan memanggilnya dengan suara setinggi mungkin. Sebelum itu cobalah alihkan pandangan ke yang lain, yang membuat Anda sedikit lebih tenang. Misalnya dengan mengambil permen mint atau melihat foto keluarga yang dipajang dekat sana. Ini bisa membantu mengontrol emosi.

6. Ingat peran Anda. Sesaat Anda akan berteriak sekencang-kencangnya, ingatlah, peran sebagai orangtua. Marah-marah tak keruan hanya akan membuat peran atau posisi Anda lebih rendah di mata anak, karena tidak bisa mengontrol diri. Bagaimanapun rasa hormat atau saling menghargai tidak timbul karena dari marah-marah.

7. Atur volume suara rendah di segala suasana. Meski dalam keadaan emosi stabil pun, cobalah untuk tidak teriak-teriak. Misalkan untuk memanggil anak, makan malam sudah siap. Tidak perlu berteriak dari ruang makan hingga kedengaran sampai kamarnya, lebih baik dekati mereka dan ingatkan dengan lembut.

8. Berpikir layaknya seorang guru. Ketika Anda memposisikan diri sebagai guru, maka beginilah kira-kira posisinya. Anda melihat kebiasaan buruk anak bukan secara personal, tapi kesempatan untuk mereka belajar sesuatu. Misal, ketika dia membiarkan sisa es krim di meja, Anda membuat diri seolah sebagai guru yang mengajarkan agar dia membuang sampah ke tempatnya. Anda menerapkan diri sebagai pengajar agar dia menjadi tahu dan berbuat baik di kemudian hari.

9. Kontak mata. Daripada Anda berteriak kencang supaya anak mau mendengarkan apa yang ingin Anda sampaikan, lebih baik ubah caranya. Dekati dia, tatap matanya dan bicara dengan lembut dan tenang. Apa yang Anda sampaikan lebih diterima dan mungkin akan diingatnya sampai beranjak dewasa.

10. Bayangkan di sekitar Anda ada orang lain. Ketika akan marah dan berniat menaikkan suara ke volume setinggi langit, coba bayangkan ada orang lain di sekitar Anda. Yang siapa tahu adalah bos, pimpinan tempat Anda bekerja, tetangga, atau teman lama. Bisa malu dan mau ditaruh dimana muka Anda kalau demikian. Jadi, lebih baik bersikap dengan baik, tenang dan elegan. Tidak ada gunanya marah-marah sampai harus teriak-teriak.

No comments:

Post a Comment