HUJAN air mata meledak. Semua mata menjadi sembab. Kami pun ikut terharu. Tak terasa, air mata kami ikut menggalir. Ada rasa keharuan yang begitu mendalam, hingga menggetarkan jiwa dan kalbu kami. Adalah Ny Anita. Ia masih muda dan punya segudang harapan meraih kehidupan lebih baik di negeri ini. Tak ada satu pun manusia di muka bumi yang mempunyai hak untuk merebut kebebasannya, membatasi ruang geraknya, apalagi menyangkut tali silaturahim dengan sang buah hati Muhammad Khalif Akbar.
Berkat kepedulian seorang hamba Allah yang tak mau disebut namanya --membantu biaya perawatan dan pengobatan-- Ny Anita Minggu (15/6) kemarin, akhirnya bisa berkumpul bersama anggota keluarganya. Hari itu, Kota Penajam Pasir Utara (PPU), seakan menjadi saksi bahwa masih ada manusia yang peduli, ringan tangan dan mau memahami tingkat kesulitan manusia lain. Selamat berbahagia Anita... Salam buat Muhammad Khalif Akbar... MAHA Besar Allah Swt... Bantuan sebesar Rp 19 juta rupiah dari seorang hamba Allah yang tak mau disebutkan identitasnya, telah menolong Anita. Anugerah Tuhan yang mengalir via uluran tangan seorang dermawan, mengantarkan Anita kembali bersama keluarga yang dirindukannya. Bantuan yang diserahkan melalui Tribun Kaltim, dipergunakan membayar tunggakan biaya perawatan dan pengobatan Anita. Belum semua. Dari Rp 21 juta yang dirinci dalam tagihan, baru terpenuhi 18 juta. Tribun telah menunggu di Klinik Al-Afiat Minggu (15/6) sejak jam 09.00 Wita untuk menyelesaikan administrasi. Petugas klinik baru bisa menuntaskannya, pukul 10.00 Wita. Selepas itu, mobil kijang Tribun bergerak membawa Anita mengarungi perjalanan panjang menuju kampung halamannya, La Bangka, Penajam Paser Utara. Beberapa barang bawaan Anita, seperti bantal, kasur, termos, dan rantang dimasukkan ke dalam ruang belakang mobil. Saat berangkat, hujan deras mengguyur. Anita yang duduk di kursi depan tampak kedinginan. Dalam perjalanan itu, ia menutup rapat kaca jendela. Telapak tangan kanannya menggenggam telapak kiri, lengannya pun dirapatkan pada badannya. Mungkin sedikit menghangatkan tubuhnya yang kurus kering. Sebelumnya, perawat melarang Anita terkena suhu dingin AC untuk memulihkan kondisi tubuhnya. Sepanjang perjalanan, tak banyak kalimat yang diucapkannya. Rombongan tiba di Pelabuhan Kariangau jam 11.40 Wita. Perjalanan mengarungi Teluk Balikpapan memakan waktu selama 1 jam 30 menit. Setelah tiba di pelabuhan feri Penajam pukul 13.30, Tribun kembali melanjutkan perjalanan selama satu jam ke La Bangka. Sepanjang perjalanan, Anita tak merinci lokasi rumahnya. Ia hanya menjawab singkat. "Masih jauh, sedikit lagi, atau sudah dekat.." Pukul 14.35, rombongan tiba di 'rumah' Anita, atau lebih tepatnya bangsal kecil yang dikontrak keluarganya. Anita keluar dari mobil. Ia berlari, sembari menggenggam koran Tribun Kaltim. Tanpa menghiraukan tanah yang becek dan licin, wanta itu bergegas menuju rumahnya. Di dapur rumah itu, ada seorang wanita yang selama ini mengasuh Muhammad Khalif Akbar, anak Anita. Wanita itu teperanjat. "Nitaaa...," katanya dengan air mata yang tak terbendung, sembari memeluk tubuh kurus Anita. Dalam sekejab, hujan air mata meledak. Dekapan itu begitu erat. Lalu, Anita dengan isak yang tertahan berbisik, "Anakku mana Bu?... Anakku mana?". Sang pengasuh yang matanya masih sembab, segera memberitahu kalau anaknya dititipkan di rumah tetangga. Sejurus kemudian ia memanggil tetangga yang sedang menjaga Alif. Lalu, terjadilah pertemuan mengharukan itu, antara sang Ibu dengan buah hati tercintanya. "Anakku.... Anakku..."