Mar 18, 2016

Misteri Supertasmar, Surat Perintah dari Soekarno untuk Koreksi Supersemar

Kompas.com - Polemik Surat Perintah 11 Maret 1966 selama ini lebih tertuju pada peristiwa yang terjadi di Istana Bogor.

Ketika itu, Presiden Soekarno memberi Supersemar kepada Menteri Panglima Angkatan Darat Letjen Soeharto melalui tiga jenderal, yakni Mayjen Basuki Rachmat, Brigjen Muhammad Jusuf, dan Brigjen Amirmachmud.

Namun, ada sejumlah misteri yang belum terjawab selain keberadaan naskah asli atau beda interpretasi antara Soekarno dan Soeharto tentang Supersemar.

Salah satunya adalah Supertasmar, Surat Perintah Tiga Belas Maret. Ini merupakan surat perintah yang dikeluarkan Soekarno untuk mengoreksi Supersemar.

Keberadaan Supertasmar ini diungkap kali pertama oleh AM Hanafi dalam buku Menggugat Kudeta Jenderal Soeharto: Dari Gestapu ke Supersemar (1998). AM Hanafi merupakan mantan Duta Besar RI untuk Kuba pada era Soekarno.

Kelahiran Supertasmar disebut berawal ketika Soekarno marah mendengar kabar bahwa Partai Komunis Indonesia dibubarkan oleh Soeharto. Soekarno menganggap Soeharto melampaui wewenangnya sebagai pengemban Supersemar.

(Baca juga: Supersemar, Surat Kuasa atau "Alat Kudeta"?)

Kekeliruan langkah Soeharto dalam menginterpretasi Supersemar itulah yang memicu Soekarno mengeluarkan Supertasmar.

(Baca juga: Aksi Soeharto Berbekal Supersemar, dari Bubarkan PKI hingga Kontrol Media)

AM Hanafi menjelaskan, Supertasmar itu berisi pengumuman bahwa Supersemar bersifat administratif/teknis, dan tidak politik. Soeharto juga diminta untuk segera memberikan laporan kepada Presiden.

Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asvi Warman Adam, mengatakan, Soekarno berusaha menyebarkan isi Supertasmar ke publik. Namun, upaya itu gagal.

"Hanafi disuruh untuk menghubungi beberapa orang dan menyebarkan surat untuk membantah Supersemar. Namun, dia tidak punya jalur lagi," tutur Asvi saat ditemui Kompas.com, Minggu(6/3/2016) pekan lalu.

Hanafi sempat menghubungi mantan Panglima Angkatan Udara, Suryadharma. Namun, Suryadharma mengaku tidak lagi punya saluran untuk menyebarkan surat perintah baru dari Presiden Soekarno itu.

"Pers pun tidak mau memberitakan," tutur Asvi Warman.

Tidak jelas

Hingga saat ini, keberadaan Supertasmar pun tidak jelas. Kepala Arsip Nasional RI Mustari Irawan juga mengakui, lembaganya tidak memiliki naskah atau salinan mengenai Supertasmar itu.

"Kalau Supertasmar, kami tidak ada," ucap Mustari ketika ditemui di kantornya, Kamis (10/3/2016) lalu.

Namun, Arsip Nasional RI juga melacak keberadaan Supertasmar, bersamaan dengan pelacakan Supersemar yang masih misterius. Pelacakan dilakukan, salah satunya dengan mencari di Sekretariat Negara.

"Kami juga terus cari di Sekretariat Negara, kan juga menyimpan dokumen," tuturnya.

No comments:

Post a Comment