Jan 10, 2010

Awas, Ketagihan Nasi Uduk Bang Zainal

"Patokannya kalo dari Sarinah ada plang Salon Bewok. Kalo plang salon itu udah keliatan, masuk, deh ke gang itu. Warungnya ada di ujung jalan, tusuk sate," begitu panduan singkat seorang rekan sekian tahun silam ketika pertama kali ingin menjajal nasi uduk ini. Ya nasi uduk ini sudah lebih dari empat dasawarsa mengiringi perjalanan Jakarta dan jadi buah bibir.

Sepuluh tahun berlalu, patokan itu masih saja manjur. Baik buat mereka yang sudah, katakan 11 tahun tak bertandang ke kawasan di mana nasi uduk ini mendekam atau bagi mereka yang baru akan menuju ke sana.

Walaupun posisi warung sudah pindah ke semacam ruko berjarak selemparan batu dari lokasi semula, patokan tadi tetap efektif.

"Dari Sarinah trus ke arah mana? Lurus ke Jalan Wahid Hasyim kan?" Begitu rekan lain bertanya lokasi warung ini, sekitar sebulan lalu. Betul. Dari Jalan Wahid Hasyim (ke arah Tanah Abang) inilah plang patokan yang menggantung akan menyembul di sisi kiri di antara rimbunnya pepohonan.

Masuk ke gang bertuliskan Jalan Kebon Kacang VIII, lantas tengok sisi kiri maka kedai Nasi Uduk Zainal Fanani alias Nasi Uduk Puas akan segera muncul.

Jam makan siang dan malam adalah jam padat pengunjung. Saat makan siang, yang datang tak lain adalah karyawan dan karyawati dari perkantoran di sepanjang Jalan Sudirman-Thamrin.

"Kalau siang, pelanggannya pada berdasi," begitu kata sopir bajaj, persis seperti yang terlihat saat makan siang beberapa waktu lalu.

Kedai ini buka setiap hari mulai pukul 10.00 hingga tengah malam. Tak perlu khawatir kehabisan ayam karena persediaan lumayan melimpah. "Kita sudah perhitungkan setiap hari harus sedia berapa," ujar Zainal Fanani, si empunya warung.

Begitu tiba di warung ini, pembeli bisa langsung pesan lauk semisal, ayam kampung goreng, ati ampela, tahu, tempe, paru, jeroan, sate udang, dll. Di meja sudah tersedia nasi uduk yang dibungkus daun pisang. Mungil, tampaknya. Tapi semungil itu juga sudah bisa menendang perut.

"Biasanya orang makan dua sampai empat bungkus per orang, tapi ya tergantung. Ada juga yang bisa makan sampai di atas enam bungkus," kata Rika, istri Zainal.

Nasi uduk di sini terbilang unik. Nasi gurih ini begitu terasa rempahnya, Anda bisa menemukan biji cengkeh di dalam tumpukan nasi, dengan kadar "kebuyaran" yang pas. Kenapa buyar? "Karena yang namanya nasi uduk emang harus buyar, bukan kayak nasi biasa," Rika menjelaskan.

Selanjutnya, sepiring kecil bumbu kacang bercampur kecap disodorkan kepada pelanggan. Bumbu kacang digiling kasar, makin bikin terasa kacangnya.

Jika suka pedas, campurkan sambal yang memang tersedia di meja. Semua rasa, asem, manis, pedas, gurih, rempah, menyatu ketika lidah menyikat sesuap nasi uduk bercampur bumbu kacang tadi.

Lauk pauk pilihan juga bisa dicocol dengan bumbu tadi. Sekadar tip, ayam goreng di sini seperti candu, rasanya ngangeni dengan ukuran tak besar. Jadi jangan pesan hanya satu potong. Dua potong sekaligus tak masalah.

Kedai ini tak hanya unik dari sisi penyajian nasi uduk dalam daun pisang kecil kecil, tapi juga sambal bumbu kacang, dan cita rasa ayam goreng kampungnya.

"Di sini semua masakan kita, bumbu kacangnya juga, dari dulu enggak pake penyedap. Jadi rasa asli," ungkap Rika. Dengan harga Rp 1.500/nasi uduk dan Rp 10.000/potong ayam, udang. babat, atau paru, warung ini masih bisa menjangkau hampir semua kalangan.

Untuk penutup atau bagi mereka yang sedang mencari makanan segar, di sini juga tersedia asinan betawi ala Zainal Fanani. Segar, memang. Semangkuk asinan, Rp 5.000, berisi potongan timun, tomat, tahu, kol, bengkoang, dan kacang tanah goreng. Rasa pedas, asin, dan manisnya pas.

Kini cabang kedai ini sudah lumayan menyebar, bahkan hingga ke Makassar, di Mal Panakukang. Di Jakarta, Nasi Uduk Puas bisa ditemui di Grogol (seberang RS Jiwa Grogol), Puri Indah (Jalan Pesanggrahan Raya), Pecenongan (sebelah Resto Sedap Malam), Radio Dalam (sebelah Amsterdam Bakery), dan di Sunter (Jalan Danau Sunter). Awas, bisa ketagihan lho.

No comments:

Post a Comment