Cnnindonesia.com - Ada kuburan massal yang ditemukan para pegiat hak asasi manusia di Semarang, Jawa Tengah. Kuburan massal tersebut diyakini berisi jenazah mereka yang dituduh terlibat dalam Partai Komunis Indonesia. Ada yang menyebut kuburan massal itu berupa dua sumur berisi 24 jenazah. Dua sumur itu berada di Hutan Plumbon, Kelurahan Wonosari, Kecamatan Mangkang, Semarang, Jawa Tengah.
Keberadaan kuburan massal ini sempat ditutup-tutupi oleh warga sekitar karena rasa takut mereka pada rezim Orde Baru. Oleh karena itu warga tak membuat batu nisan di atasnya, hanya batu yang disusun melingkar dan ditanami pohon jarak di atasnya.
Bentuk kuburan massal ini berupa dua lubang sumur berdiameter sekitar 1,5 meter. Kuburan massal ini oleh beberapa warga sempat digunakan sebagai tempat mencari peruntungan nomor judi togel. (Baca juga: Jokowi Tak Akan Minta Maaf kepada Korban Tragedi G30S)
Sukar (81), warga Desa Plumbon, adalah salah satu saksi yang mengerti benar tentang kuburan massal di hutan desanya itu. Bahkan kala itu, dia yang diminta petugas untuk menutup lubang kuburan tersebut dengan tanah.
"Mereka dibawa ke sini dengan mata tertutup dan diikat tali, tersambung satu dengan yang lain", ujar pria yang akrab dipanggil Mbah Sukar ini. Mereka kemudian ditembak mati satu per satu begitu sampai di Hutan Plumbon.
"Saya sempat lihat benar meski disuruh berada di radius 20 meteran. Mereka ditembak satu per satu, kemudian langsung dimasukkan ke kuburan yang sama", kata Mbah Sukar.
Simak Fokus: Menyoal Maaf untuk Tragedi 1965
Penuturan Mbah Sukar tak berbeda dengan Mbah Supar (66), warga setempat yang saat itu juga diminta aparat untuk menimbun sejumlah mayat dengan tanah. Menurut Mbah Supar, pada dua lubang tersebut, ada sekitar 24 jasad di mana salah satunya adalah wanita bernama Moetiah, asal Kendal.
"Awalnya tiga lubang, terus diubah menjadi dua lubang. Ada sekitar 24 jenazah. Salah satunya adalah wanita dan saya dengar namanya Moetiah", kata Mbah Supar kepada CNN Indonesia.
Yunantyo Adi, aktivis kemanusiaan dan penggiat HAM dari Perkumpulan Masyarakat Semarang, mengaku sudah tiga tahun mencari jejak kuburan massal tragedi 65 yang ada di Semarang. Dia pun berhasil mengidentifikasi nama-nama yang jenazahnya diduga dikubur di Hutan Plumbon tersebut.
"Tiga tahun kami mencari, bertanya ke sana ke sini hingga kemudian kami ketahui keberadaannya di alas Plumbon", ujar Yunantyo. (Baca juga Projo: Jokowi Tak Pernah Janji Minta Maaf soal G30S)
Ia mengaku sempat kesulitan karena warga sempat tertutup, tak mau banyak bicara soal kuburan massal di desa mereka. Warga takut jika apa yang mereka ucapkan tentang kuburan massal itu bisa berimbas urusan dengan petugas militer.
"Stigma warga ini berhubungan dengan PKI yang dilarang oleh aparat. Padahal kami tidak menyentuh ranah itu, hanya kemanusiaan", ujar Yunantyo.
Bersama sejumlah rekannya, usai mendapati lokasi kuburan massal tersebut, Yunantyo kemudian mendatangi Kepolisian, TNI dan Pemerintah untuk mengungkapkan misi kemanusiaannya.
"Kami tidak mengutak-atik ideologi, tidak membangunkan rasa dendam. Kami hanya ingin identifikasi dan memberikan pemakaman yang layak terhadap mereka yang dikubur di situ", kata Yunantyo.
Keinginan para aktivis ini pun akhirnya direspon Pemerintah Kota Semarang dengan memberikan nisan di atas kuburan massal tersebut. Sembilan nama yang terukir di nisan itu.
"Kami paham dan maklum, pembongkaran kuburan massal ini bisa memakan biaya tidak sedikit karena harus melibatkan forensik untuk proses identifikasi dan perizinan yang rumit", kata Yunantyo.
Kini kuburan massal Plumbon menjadi daya tarik masyarakat yang penasaran dan ingin mengetahui sejarah peristiwa yang sebenarnya terjadi kala itu.
Sukar (81), warga Desa Plumbon, adalah salah satu saksi yang mengerti benar tentang kuburan massal di hutan desanya itu. Bahkan kala itu, dia yang diminta petugas untuk menutup lubang kuburan tersebut dengan tanah.
"Mereka dibawa ke sini dengan mata tertutup dan diikat tali, tersambung satu dengan yang lain", ujar pria yang akrab dipanggil Mbah Sukar ini. Mereka kemudian ditembak mati satu per satu begitu sampai di Hutan Plumbon.
"Saya sempat lihat benar meski disuruh berada di radius 20 meteran. Mereka ditembak satu per satu, kemudian langsung dimasukkan ke kuburan yang sama", kata Mbah Sukar.
Simak Fokus: Menyoal Maaf untuk Tragedi 1965
Penuturan Mbah Sukar tak berbeda dengan Mbah Supar (66), warga setempat yang saat itu juga diminta aparat untuk menimbun sejumlah mayat dengan tanah. Menurut Mbah Supar, pada dua lubang tersebut, ada sekitar 24 jasad di mana salah satunya adalah wanita bernama Moetiah, asal Kendal.
"Awalnya tiga lubang, terus diubah menjadi dua lubang. Ada sekitar 24 jenazah. Salah satunya adalah wanita dan saya dengar namanya Moetiah", kata Mbah Supar kepada CNN Indonesia.
Yunantyo Adi, aktivis kemanusiaan dan penggiat HAM dari Perkumpulan Masyarakat Semarang, mengaku sudah tiga tahun mencari jejak kuburan massal tragedi 65 yang ada di Semarang. Dia pun berhasil mengidentifikasi nama-nama yang jenazahnya diduga dikubur di Hutan Plumbon tersebut.
"Tiga tahun kami mencari, bertanya ke sana ke sini hingga kemudian kami ketahui keberadaannya di alas Plumbon", ujar Yunantyo. (Baca juga Projo: Jokowi Tak Pernah Janji Minta Maaf soal G30S)
Ia mengaku sempat kesulitan karena warga sempat tertutup, tak mau banyak bicara soal kuburan massal di desa mereka. Warga takut jika apa yang mereka ucapkan tentang kuburan massal itu bisa berimbas urusan dengan petugas militer.
"Stigma warga ini berhubungan dengan PKI yang dilarang oleh aparat. Padahal kami tidak menyentuh ranah itu, hanya kemanusiaan", ujar Yunantyo.
Bersama sejumlah rekannya, usai mendapati lokasi kuburan massal tersebut, Yunantyo kemudian mendatangi Kepolisian, TNI dan Pemerintah untuk mengungkapkan misi kemanusiaannya.
"Kami tidak mengutak-atik ideologi, tidak membangunkan rasa dendam. Kami hanya ingin identifikasi dan memberikan pemakaman yang layak terhadap mereka yang dikubur di situ", kata Yunantyo.
Keinginan para aktivis ini pun akhirnya direspon Pemerintah Kota Semarang dengan memberikan nisan di atas kuburan massal tersebut. Sembilan nama yang terukir di nisan itu.
"Kami paham dan maklum, pembongkaran kuburan massal ini bisa memakan biaya tidak sedikit karena harus melibatkan forensik untuk proses identifikasi dan perizinan yang rumit", kata Yunantyo.
Kini kuburan massal Plumbon menjadi daya tarik masyarakat yang penasaran dan ingin mengetahui sejarah peristiwa yang sebenarnya terjadi kala itu.
No comments:
Post a Comment