Kompas.com - Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan penyakit yang menurunkan kualitas hidup penderitanya, sekaligus membebani pemerintah secara ekonomi. Pasalnya, pengelolaan PGK membutuhkan kontinuitas pengobatan seumur hidup dengan biaya yang tidak sedikit. Namun sebenarnya PGK bisa dideteksi dari protein yang terdapat di urine.
Menurut Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), Dharmeizar, semakin tinggi kadar protein di urine, semakin tinggi risiko dari PGK yang dimiliki seseorang.
"Selain itu, kadar protein di urine juga menentukan progresivitas dari PGK. Semakin tinggi protein dalam urine maka semakin cepat perkembangan PGK," ujarnya dalam seminar media bertajuk "Peringatan Hari Ginjal Sedunia 2014: Penyakit Ginjal Kronik dan Penuaan" di Jakarta, Kamis (13/3/2014).
Dharmeizar menjelaskan, jika dibandingkan, seseorang dengan kadar protein antara 30-300 mg/l maka progres PGK-nya akan lebih cepat daripada yang kadar proteinnya kurang dari 30 mg/l. Progres PGK berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.
Kadar protein dalam urine, kata dia, dipengaruhi dari penyakit diabetes. Dharmeizar mengatakan, untuk mencegah adanya protein di urine, perlu ada pengelolaan diabetes yang tepat.
"Jika tidak ada pengelolaan diabetes yang tepat, maka bukannya tidak mungkin seorang pasien harus cuci darah setelah satu tahun. Namun kebanyakan pasien merasa tidak siap," tuturnya.
PGK merupakan penurunan fungsi ginjal secara perlahan-lahan dengan rentang waktu lebih dari tiga bulan karena adanya kerusakan ginjal yang disebabkan oleh abnormalitas struktural atau fungsional, dengan atau tanpa Laju Filtrasi Glomerulus (LFG).
PGK umumnya merupakan silent disease pada tahap awal, yang berarti sebagian besar orang tidak mengalami gejala klinis pada stadium ringan hingga sedang. Akibatnya, penderita PGK sering tidak menyadari kondisi mereka. Oleh karena itu, pemeriksaan faktor risiko PGK merupakan hal yang penting untuk dilakukan.
Menurut Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), Dharmeizar, semakin tinggi kadar protein di urine, semakin tinggi risiko dari PGK yang dimiliki seseorang.
"Selain itu, kadar protein di urine juga menentukan progresivitas dari PGK. Semakin tinggi protein dalam urine maka semakin cepat perkembangan PGK," ujarnya dalam seminar media bertajuk "Peringatan Hari Ginjal Sedunia 2014: Penyakit Ginjal Kronik dan Penuaan" di Jakarta, Kamis (13/3/2014).
Dharmeizar menjelaskan, jika dibandingkan, seseorang dengan kadar protein antara 30-300 mg/l maka progres PGK-nya akan lebih cepat daripada yang kadar proteinnya kurang dari 30 mg/l. Progres PGK berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.
Kadar protein dalam urine, kata dia, dipengaruhi dari penyakit diabetes. Dharmeizar mengatakan, untuk mencegah adanya protein di urine, perlu ada pengelolaan diabetes yang tepat.
"Jika tidak ada pengelolaan diabetes yang tepat, maka bukannya tidak mungkin seorang pasien harus cuci darah setelah satu tahun. Namun kebanyakan pasien merasa tidak siap," tuturnya.
PGK merupakan penurunan fungsi ginjal secara perlahan-lahan dengan rentang waktu lebih dari tiga bulan karena adanya kerusakan ginjal yang disebabkan oleh abnormalitas struktural atau fungsional, dengan atau tanpa Laju Filtrasi Glomerulus (LFG).
PGK umumnya merupakan silent disease pada tahap awal, yang berarti sebagian besar orang tidak mengalami gejala klinis pada stadium ringan hingga sedang. Akibatnya, penderita PGK sering tidak menyadari kondisi mereka. Oleh karena itu, pemeriksaan faktor risiko PGK merupakan hal yang penting untuk dilakukan.
No comments:
Post a Comment