Tempo.co - Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf mengatakan pihaknya akan segera meminta para perusahaan operator pelaku kartel layanan pesan singkat (SMS) membayar denda total Rp 77 miliar menyusul putusan Mahkamah Agung yang memenangkan permohonan kasasi lembaga itu. BACA: Ini Jawaban Telkomsel dan XL
“Kami akan segera menyurati mereka setelah salinan resmi putusan dari Mahkamah Agung sampai kepada saya. Kemungkinan sekarang sudah sampai di meja saya,” ujar Syarkawi saat dihubungi Tempo, Senin, 18 Juli 2016.
Syarkawi mengaku telah membaca salinan putusan Mahkamah Agung melalui akun resmi Mahkamah sekitar satu minggu lalu. Dalam putusan itu, majelis kasasi menjatuhkan hukuman denda kepada lima perusahaan pelaku kartel, yakni XL dan Telkomsel masing-masing Rp 25 miliar, PT Telkom Rp 18 miliar, Bakrie Telecom Rp 4 miliar, serta PT Mobile-8 Rp 5 miliar. Adapun PT Smart Telecom tidak didenda karena saat itu masih pemain baru yang belum terbukti mendapatkan keuntungan besar dari persekongkolan.
Menurut Syarkawi, nantinya ia akan meminta perusahaan membayar denda itu langsung ke rekening negara tanpa pencicilan sesuai dengan amar putusan. Pembayaran itu disetor ke kas negara sebagai pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Kementerian Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank pemerintah dengan kode penerimaan 423755.
“Lima perusahaan itu adalah perusahaan besar, dan angka Rp 77 miliar itu tidak besar jika dilihat dari bisnis yang mereka lakukan,” tutur Syarkawi.
Dugaan adanya kartel SMS bermula saat KPPU menyelidiki praktek kartel layanan SMS oleh enam operator selama periode 2004-1 April 2007.
Enam perusahaan terlapor, yakni PT Excelcomindo Pratama Tbk, PT Telekomunikasi Seluler, PT Telkom Tbk, PT Bakrie Telecom, PT Mobile-8, dan PT Smart Telecom, saat itu diduga melanggar Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Temuan penyidik saat itu, perkiraan harga yang kompetitif layanan SMS off net adalah Rp 114. Sedangkan Majelis Komisi menemukan klausul penetapan tarif SMS yang tidak boleh lebih rendah daripada tarif yang berlaku sebesar Rp 250-350 dalam perjanjian kerja sama interkoneksi di antara operator.
Sesuai dengan proporsi dan pangsa pasar operator tersebut selama empat tahun praktek kartel SMS berlangsung, Telkomsel mengakibatkan kerugian konsumen terbesar yang mencapai Rp 2,1 triliun, disusul berturut-turut XL sebesar Rp 346 miliar, Telkom Rp 173,3 miliar, Bakrie Rp 62,9 miliar, Mobile-8 Rp 52,3 miliar, dan Smart Rp 0,1 miliar.
Atas keputusan KPPU itu, para operator keberatan dan mengajukan banding terhadap KPPU ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Di PN Jakarta Pusat, mejelis hakim membalik keadaan dengan membatalkan keputusan KPPU alias memenangkan operator. Selanjutnya KPPU mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan pengadilan tersebut dan memenangi kasasi tersebut.
Syarkawi mengaku telah membaca salinan putusan Mahkamah Agung melalui akun resmi Mahkamah sekitar satu minggu lalu. Dalam putusan itu, majelis kasasi menjatuhkan hukuman denda kepada lima perusahaan pelaku kartel, yakni XL dan Telkomsel masing-masing Rp 25 miliar, PT Telkom Rp 18 miliar, Bakrie Telecom Rp 4 miliar, serta PT Mobile-8 Rp 5 miliar. Adapun PT Smart Telecom tidak didenda karena saat itu masih pemain baru yang belum terbukti mendapatkan keuntungan besar dari persekongkolan.
Menurut Syarkawi, nantinya ia akan meminta perusahaan membayar denda itu langsung ke rekening negara tanpa pencicilan sesuai dengan amar putusan. Pembayaran itu disetor ke kas negara sebagai pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Kementerian Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank pemerintah dengan kode penerimaan 423755.
“Lima perusahaan itu adalah perusahaan besar, dan angka Rp 77 miliar itu tidak besar jika dilihat dari bisnis yang mereka lakukan,” tutur Syarkawi.
Dugaan adanya kartel SMS bermula saat KPPU menyelidiki praktek kartel layanan SMS oleh enam operator selama periode 2004-1 April 2007.
Enam perusahaan terlapor, yakni PT Excelcomindo Pratama Tbk, PT Telekomunikasi Seluler, PT Telkom Tbk, PT Bakrie Telecom, PT Mobile-8, dan PT Smart Telecom, saat itu diduga melanggar Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Temuan penyidik saat itu, perkiraan harga yang kompetitif layanan SMS off net adalah Rp 114. Sedangkan Majelis Komisi menemukan klausul penetapan tarif SMS yang tidak boleh lebih rendah daripada tarif yang berlaku sebesar Rp 250-350 dalam perjanjian kerja sama interkoneksi di antara operator.
Sesuai dengan proporsi dan pangsa pasar operator tersebut selama empat tahun praktek kartel SMS berlangsung, Telkomsel mengakibatkan kerugian konsumen terbesar yang mencapai Rp 2,1 triliun, disusul berturut-turut XL sebesar Rp 346 miliar, Telkom Rp 173,3 miliar, Bakrie Rp 62,9 miliar, Mobile-8 Rp 52,3 miliar, dan Smart Rp 0,1 miliar.
Atas keputusan KPPU itu, para operator keberatan dan mengajukan banding terhadap KPPU ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Di PN Jakarta Pusat, mejelis hakim membalik keadaan dengan membatalkan keputusan KPPU alias memenangkan operator. Selanjutnya KPPU mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan pengadilan tersebut dan memenangi kasasi tersebut.
No comments:
Post a Comment