Warga Jalan Al-Jalla, Gaza menyaksikan sebuah bom Israel jatuh dan menghantam sebuah bangunan. Bom yang jatuh terlihat jelas di bagian atas foto ini. |
Kompas.com - Jarum jam menunjukkan pukul 14.30. Warga di Jalan Al-Jalla, Gaza, ramai membicarakan rencana serangan udara Israel. Sasarannya adalah sebuah bangunan bertingkat di jantung kota Gaza.
Anak-anak berkumpul di balkon-balkon bangunan. Para pemuda berkumpul di persimpangan jalan, sementara beberapa orang lainnya meletakkan batu dan ban bekas untuk menghalangi jalan yang melintasi gedung yang akan menjadi sasaran.
Seorang pria yang hanya mengenakan kaus dalam berperan sebagai polisi lalu lintas, mengarahkan pengguna jalan untuk mengubah arah kendaraan mereka. Mobil-mobil berhenti, mata mereka tak berkedip memandang gedung naas yang sesaat lagi akan hancur.
Beberapa menit sebelumnya, militer Israel menelepon putra Bashir al-Ramlawi (58), pemilik dari gedung yang akan menjadi sasaran. Bagaimana militer Israel mendapatkan nomor telepon pemuda tersebut, hal itu masih menjadi misteri.
Suara di ujung lain telepon itu memerintahkan pemuda tersebut mengevakuasi keluarganya karena gedung itu akan menjadi sasaran serangan udara.
Seusai menerima telepon itu, pemuda tersebut dengan panik memanggil sang ayah yang kemudian meminta semua anggota keluarganya yang berjumlah 35 orang untuk meninggalkan gedung itu dan mencari tempat aman.
Para tetangga mungkin melihat keluarga Al-Ramlawi berlarian meninggalkan kediamannya, atau mungkin juga putra Al-Ramlawi menghubungi kawan-kawannya, yang jelas kabar serangan itu menyebar dengan cepat dan dengan segera semua warga di jalan Al-Jalla mengetahui akan datangnya serangan Israel itu.
Menanti
Warga kemudian menunggu detik-detik jatuhnya bom dari langit Gaza. Tiba-tiba, sebuah ledakan keras terdengar diikuti kepulan asap mirip cendawan. Gedung tempat keluarga Al-Ramlawi sudah diserang. Namun, warga sudah mafhum, serangan ini baru "menu" pembukaan.
Beberapa menit kemudian, sebuah bom jatuh dari langit menghantam gedung tersebut. Sekali lagi asap membubung, menyelubungi jalanan di bawahnya. Bom ketiga kemudian menghantam, dan gedung itu masih berdiri.
Tak seorang pun beranjak. Mereka sudah paham, tiga serangan pertama merupakan peringatan kecil dari drone Israel. Serangan ini adalah peringatan bagi siapa pun yang masih berada terlalu dekat dengan gedung itu dan sekaligus sebagai cara "melunakkan" gedung itu.
Jarum jam kini menunjukkan pukul 14.50, dan terdengar raungan jet F-16 di langit Gaza. Sekejap kemudian, sebuah rudal melesat di atas kepala warga Jalan Al-Jalla, menghantam gedung itu.
Asap lebih besar membubung, dan gedung itu akhirnya tumbang. Tak ada korban jiwa atau luka. Gedung-gedung di sekitar sasaran juga tak mengalami kerusakan.
Dalam hitungan menit, ketegangan itu hilang dan jalanan dibuka kembali. Mobil-mobil kembali melanjutkan perjalanan melewati puing-puing bangunan. Semua tampak normal, kecuali tentu bagi Al-Ramlawi.
"Saya tak tahu mengapa mereka menyerang kediaman saya, padahal saya tak memiliki kaitan apa pun dengan Hamas atau kelompok lainnya," kata Al-Ramlawi, nyaris menangis.
Pria itu menambahkan, semua kerabatnya yang tinggal bersama dia sudah pergi mencari tempat aman di Shijaiyah, wilayah timur Gaza. Sekarang, mereka semua tak memiliki tempat tinggal.
Anak-anak berkumpul di balkon-balkon bangunan. Para pemuda berkumpul di persimpangan jalan, sementara beberapa orang lainnya meletakkan batu dan ban bekas untuk menghalangi jalan yang melintasi gedung yang akan menjadi sasaran.
Seorang pria yang hanya mengenakan kaus dalam berperan sebagai polisi lalu lintas, mengarahkan pengguna jalan untuk mengubah arah kendaraan mereka. Mobil-mobil berhenti, mata mereka tak berkedip memandang gedung naas yang sesaat lagi akan hancur.
Beberapa menit sebelumnya, militer Israel menelepon putra Bashir al-Ramlawi (58), pemilik dari gedung yang akan menjadi sasaran. Bagaimana militer Israel mendapatkan nomor telepon pemuda tersebut, hal itu masih menjadi misteri.
Suara di ujung lain telepon itu memerintahkan pemuda tersebut mengevakuasi keluarganya karena gedung itu akan menjadi sasaran serangan udara.
Seusai menerima telepon itu, pemuda tersebut dengan panik memanggil sang ayah yang kemudian meminta semua anggota keluarganya yang berjumlah 35 orang untuk meninggalkan gedung itu dan mencari tempat aman.
Para tetangga mungkin melihat keluarga Al-Ramlawi berlarian meninggalkan kediamannya, atau mungkin juga putra Al-Ramlawi menghubungi kawan-kawannya, yang jelas kabar serangan itu menyebar dengan cepat dan dengan segera semua warga di jalan Al-Jalla mengetahui akan datangnya serangan Israel itu.
Menanti
Warga kemudian menunggu detik-detik jatuhnya bom dari langit Gaza. Tiba-tiba, sebuah ledakan keras terdengar diikuti kepulan asap mirip cendawan. Gedung tempat keluarga Al-Ramlawi sudah diserang. Namun, warga sudah mafhum, serangan ini baru "menu" pembukaan.
Beberapa menit kemudian, sebuah bom jatuh dari langit menghantam gedung tersebut. Sekali lagi asap membubung, menyelubungi jalanan di bawahnya. Bom ketiga kemudian menghantam, dan gedung itu masih berdiri.
Tak seorang pun beranjak. Mereka sudah paham, tiga serangan pertama merupakan peringatan kecil dari drone Israel. Serangan ini adalah peringatan bagi siapa pun yang masih berada terlalu dekat dengan gedung itu dan sekaligus sebagai cara "melunakkan" gedung itu.
Jarum jam kini menunjukkan pukul 14.50, dan terdengar raungan jet F-16 di langit Gaza. Sekejap kemudian, sebuah rudal melesat di atas kepala warga Jalan Al-Jalla, menghantam gedung itu.
Asap lebih besar membubung, dan gedung itu akhirnya tumbang. Tak ada korban jiwa atau luka. Gedung-gedung di sekitar sasaran juga tak mengalami kerusakan.
Dalam hitungan menit, ketegangan itu hilang dan jalanan dibuka kembali. Mobil-mobil kembali melanjutkan perjalanan melewati puing-puing bangunan. Semua tampak normal, kecuali tentu bagi Al-Ramlawi.
"Saya tak tahu mengapa mereka menyerang kediaman saya, padahal saya tak memiliki kaitan apa pun dengan Hamas atau kelompok lainnya," kata Al-Ramlawi, nyaris menangis.
Pria itu menambahkan, semua kerabatnya yang tinggal bersama dia sudah pergi mencari tempat aman di Shijaiyah, wilayah timur Gaza. Sekarang, mereka semua tak memiliki tempat tinggal.
No comments:
Post a Comment