Nov 18, 2009

Menikmati Pizza Pinggir Jalan

Di antara hiruk pikuk restoran dan kafe yang menyajikan hidangan ala Italia berupa pizza dan pasta, Warung Pizza Zull yang berdiri sejak tahun 1989 tetap setia melayani para pelanggannya.

Saat ini kondisinya memang tidak seramai saat pertama kali buka di Jalan Wijaya IX, Jakarta Selatan. Namun warung kaki lima tersebut tetap bertahan untuk memuaskan para pelanggannya yang masih setia.

"Memang sih tidak seramai dulu. Apalagi saya perhatikan anak muda zaman sekarang kurang suka nongkrong di luar. Mereka lebih senang berlama-lama di depan komputer," kata Zulkifli Lubis (50), pemilik Warung Pizza Zull, yang ditemui di Taman Wijaya, Jakarta Selatan, pada akhir pekan lalu.

Zulkifli menuturkan, para pelanggan lama kebanyakan kini sudah berkeluarga. Dulu mereka masih sekolah dan suka kongko di seputar taman di Jalan Wijaya, Kebayoran Baru. Maklumlah di kawasan tersebut ada sekolah PSKD dan SMPN 56 yang kini pindah ke Jerukpurut, Jakarta Selatan.

Kala itu bisa dibilang unik ketika makanan sekelas pizza, fettucini, spaghetti, dan makaroni panggang, bisa masuk area pedagang kaki lima. Tapi pengunjung tidak bisa memilih isian atau topping-nya, hanya yang ditawarkan di menu saja.

Hidangan dari Itali buatan Zulkifli — yang akrab disapa Bang Zul — dibuat dengan ukuran minimalis atau ukuran personal. Pizzanya hanya berdiameter kurang lebih 15 sentimeter.

Topping-nya hanya berupa cacahan daging sapi, daging ayam, dan potongan sosis, serta tidak lupa keju. Hanya saja yang dipakai bukan jenis mozarella tapi hanya cheddar.

Satu porsi pizza bisa dipotong menjadi enam bagian atau potongan kecil-kecil. Cukup mengenyangkan untuk dimakan berdua. Tapi kalau sedang kelaparan, satu porsi pizza pasti bisa dihabiskan sendiri.

Bang Zul menuturkan bahwa dia sengaja membuat sendiri roti pizzanya, meskipun di pasaran sudah ada yang menjual. Setiap tiga hari sekali, dia membuat dasar roti itu untuk persediaan. Dasar roti tersebut bisa disimpan di dalam kulkas, jadi tidak harus dimasak sekaligus. Begitu juga dengan lasagna, dibuat sendiri oleh Zul, tidak memakai buatan pabrik.

Untuk menu fettucini campurannya terdiri dari jamur, daging asap, dan susu. Sedangkan spagheti diberi saus bolognese (saus daging cincang). Kalau soal rasa memang relatif, kembali ke selera masing-masing. Namun bagi sebagian orang mungkin agak kurang bumbu dan kurang kental.

Selain pizza yang harus dipanggang dalam oven, ada juga makaroni panggang (macaroni schotel) dalam ukuran personal. Untuk menyajikan makanan-makanan yang harus dipanggang itu tidak memakan waktu lama, hanya 10 menit.

Pasalnya, seluruh makan tersebut sudah disiapkan di rumah sehingga tiba di warung tinggal dipanggang sebentar secara dadakan saat konsumen memesan. Oven untuk membakarnya pun sederhana, hanya yang menggunakan bahan gas saja.

Warung pizza ini sangat sederhana, hanya berupa warung tenda dengan dua jajaran meja panjang dan empat kursi panjang dari kayu. Kalau sedang penuh, pengunjung harus berbagi meja panjang dengan orang lain.

Alat yang digunakan untuk menyajikan berupa piring styrofoam sebagai alas, dengan sendok dan garpu dari plastik. Sedangkan spaghetti dan fettucini disajikan dalam mangkuk. Adapun untuk makan spaghetti disediakan sumpit, seperti melahap mi ayam. "Kalau penggunaan sumpit itu karena permintaan konsumen. Jadi kami adakan saja," ujar Zul.

Selain makanan Italia, Zul juga menyajikan masakan lokal seperti nasi goreng sosis dan nasi goreng ayam. Semua menu harganya dipatok Rp 15.000 per porsi.

No comments:

Post a Comment