Kompas.com - Cukup lama tak terdengar, isu soal dugaan kartel dua produsen roda dua terbesar di dalam negeri, Astra Honda Motor (AHM) dan Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM), kini tersiar lagi. Ternyata, wasit bisnis di dalam negeri, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), serius mau membawa perkara ini ke persidangan.
“Ini akan segera sidangkan karena sudah tetapkan menjadi perkara baru di KPPU," kata Ketua KPPU, Muhammad Syarkawi Rauf, di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Senin (2/5/2016), seperti diberitakan Kompas.com.
KPPU menduga ada kesepakatan tertentu antara AHM dan YIMM yang mengatur harga jual sepeda motor model bebek dan Skutik. Dirasa, banderol kedua model itu sudah kelewat batas, bahkan sampai dua kali lipat dari biaya produksi.
AHM dan YIMM adalah penguasa pasar roda dua, bila penjualan keduanya dijumlahkan melebihi 90 persen pangsa pasar. Sisanya diperebutkan, merek lain seperti Kawasaki, Suzuki, dan TVS.
KPPU menerka kerja sama AHM dan YIMM sebagai penyebab banderol bebek dan Skutik di Indonesia melewati batas kewajaran. Selain itu, atas pengaturan bisnis seperti ini, AHM dan YIMM dinilai tidak akan merugi kendati volume penjualannya turun.
Fenomena itu diteliti dari laporan keuangan masing – masing produsen. Bila bukan itu motivasinya, diduga untuk mematikan usaha yang lain.
Persetujuan antara sekelompok perusahaan dengan maksud mengendalikan harga komoditas tertentu adalah kartel menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Sanksi
Larangan praktek monopoli dan bentuk persaingan usaha tidak sehat telah diatur dalam Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999. Pada pasal 11 mengenai kartel disebutkan;
“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.”
Sanksi atas pelanggaran pasal 11 ada dua, administratif dan pidana pokok. Menurut Pasal 47, salah satu sanksi administrasi buat pelaku usaha yang melanggar UU tersebut adalah denda paling rendah Rp 1 miliar hingga Rp 25 miliar.
Pada pasal 48 menjelaskan, pelanggaran Pasal 11 diancam pidana denda paling rendah Rp 25 miliar sampai Rp 100 miliar atau kurungan paling lama enam bulan.
Belum berhenti sampai disitu, pada Pasal 49 juga disebutkan ada pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha, larangan pelaku usaha untuk menjabat sebagai direksi atau komisaris 2 – 5 tahun, dan penghentian kegiatan yang merugikan pihak lain.
Kartel Otomotif
Pada 7 Januari 2015, KPPU telah membongkar kartel enam perusahaan ban di Indonesia, terkait usaha pembatasan produksi dan pengaturan harga. Keenamnya yaitu Bridgestone Tire Indonesia, Sumi Rubber Indonesia, Gajah Tunggal Tbk, Goodyear Indonesia Tbk, Elang Perdana Tyre Industry, dan Industri Karet Deli.
Keenam perusahaan anggota Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) tersebut terbukti melanggar Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 11. Masing – masing didenda Rp 25 miliar.
Pada Mei 2015, laporan terkait tindakan Agen Tunggal Pemegang Merek yang melarang diler untuk mengikuti pameran otomotif tertentu masuk ke KPPU. Pasal yang digunakan untuk menjerat oknum yakni 15 tentang perjanjian tertutup. Pelaporan itu sempat ramai dibicarakan, tapi akhirnya memudar sendiri.
No comments:
Post a Comment