Komjen Pol Suhardi Alius |
Cnnindonesia.com - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius menyatakan paham radikalisme sudah menyusup ke sejumlah perguruan tinggi ternama di Indonesia. Ia pun meminta pengelola perguruan tinggi untuk semakin meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas mahasiswa, terutama organisasi kemahasiswaan yang bersifat eksklusif.
"Radikalisme bukan hanya karena kemiskinan, kebodohan, kekecewaan, ketidakadilan. Karena saat ini radikalisme sudah terpapar di kaum intelektual," katanya ketika memberikan kuliah umum di Sekolah Pascasarjana Universitas Pancasila di Jakarta, Jumat (2/9) malam seperti dilansir dari Antara.
Mantan Kapolres Depok ini mengatakan pola perekrutan radikalisme sudah semakin canggih. Targetnya pun kini meluas, menyasar hingga ke kampus-kampus ternama di Indonesia, termasuk para mahasiswa berprestasi.
Suhardi enggan menyebut nama kampus yang terindikasi telah disusupi kelompok radikal. Meski demikian, ia meminta pihak penyelenggara perguruan tinggi meningkatkan pengawasan agar paham radikal tidak semakin berkembang di lingkungan kampus.
"Saya mengimbau para dosen, dekan dan juga rektor serta para guru dan kepala sekolah agar terus memantau kegiatan mahasiswa dan siswa, terutama yang bersifat eksklusif," katanya.
Cara penyebaran paham radikal juga semakin canggih. Suhardi berkata, saat ini kelompok radikal memanfaatkan media sosial untuk melakukan propaganda dan indoktrinasi kepada masyarakat atau target tertentu.
"Maka, perlu keterlibatan banyak pihak. Terutama peran aktif Kementerian Komunikasi dan Informasi agar bisa mencegah paham radikalisme berkembang melalui media sosial," ujar Suhardi.
Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj meminta kepada Polri agar mewaspadai dan menyelidiki 20 pesantren di Indonesia yang disinyalir mengajarkan
Said mengatakan radikalisme adalah paham yang kerap menyebar kebencian, termasuk mengkafirkan atau menuduh bid'ah kelompok lain.
"Kalau ini dibiarkan akan menjadi bibit-bibit baru radikalisme, karena mereka beranggapan membunuh orang bid'ah itu boleh," kata Said di sela penandatangan nota kesepahaman (MoU) bidang pencegahan konflik sosial dengan Polri di Markas Polisi Daerah Jawa Timur, Surabaya, Kamis (1/9).
Mantan Kapolres Depok ini mengatakan pola perekrutan radikalisme sudah semakin canggih. Targetnya pun kini meluas, menyasar hingga ke kampus-kampus ternama di Indonesia, termasuk para mahasiswa berprestasi.
Suhardi enggan menyebut nama kampus yang terindikasi telah disusupi kelompok radikal. Meski demikian, ia meminta pihak penyelenggara perguruan tinggi meningkatkan pengawasan agar paham radikal tidak semakin berkembang di lingkungan kampus.
"Saya mengimbau para dosen, dekan dan juga rektor serta para guru dan kepala sekolah agar terus memantau kegiatan mahasiswa dan siswa, terutama yang bersifat eksklusif," katanya.
Cara penyebaran paham radikal juga semakin canggih. Suhardi berkata, saat ini kelompok radikal memanfaatkan media sosial untuk melakukan propaganda dan indoktrinasi kepada masyarakat atau target tertentu.
"Maka, perlu keterlibatan banyak pihak. Terutama peran aktif Kementerian Komunikasi dan Informasi agar bisa mencegah paham radikalisme berkembang melalui media sosial," ujar Suhardi.
Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj meminta kepada Polri agar mewaspadai dan menyelidiki 20 pesantren di Indonesia yang disinyalir mengajarkan
Said mengatakan radikalisme adalah paham yang kerap menyebar kebencian, termasuk mengkafirkan atau menuduh bid'ah kelompok lain.
"Kalau ini dibiarkan akan menjadi bibit-bibit baru radikalisme, karena mereka beranggapan membunuh orang bid'ah itu boleh," kata Said di sela penandatangan nota kesepahaman (MoU) bidang pencegahan konflik sosial dengan Polri di Markas Polisi Daerah Jawa Timur, Surabaya, Kamis (1/9).
No comments:
Post a Comment