Ponsel
Ivan, penjaga di toko Experience Phone Shop ITC Cempaka Mas, terlihat kewalahan meladeni pembeli ponsel di kiosnya. Kondisi ini sudah berlangsung sejak satu bulan terakhir. Maklum, karena banyaknya ponsel asal
Rizka Yuhawati misalnya. Remaja tanggung ini tak mau langsung mengeksekusi tawaran ponsel yang diajukan oleh Ivan. "Karena sekarang banyak banget ponsel
Jemarinya yang imut tampak sibuk memilih beberapa pilihan ponsel
Bagi Rizka, ponsel sudah menjadi perangkat yang harus ada untuk mendukung kegemarannya berinteraksi di jejaring sosial. Dengan perkembangan fitur ponsel yang teramat cepat, pilihannya jatuh ke ponsel
Belakangan ini, beberapa merek ponsel asal China, seperti Nexian, D-One, HT Mobile, Imo, dan puluhan merek lainnya diburu pembeli, khususnya kalangan menengah bawah. Selain fiturnya yang lumayan canggih, harganya yang berkisar Rp 600.000 sampai Rp 900.000 terasa pas di kantong segmen ini.
Muslia, Staf Pemasaran kios Cingular Wireless di ITC Roxy Mas, menuturkan, saat ini penjualan ponsel China di kiosnya meningkat 100% ketimbang sebelumnya. "Rata-rata per hari terjual 10 unit, padahal sebelumnya hanya tiga sampai empat unit," kata Muslia.
Lonjakan penjualan juga dialami Ivan. Apalagi kiosnya juga menjadi distributor bagi beberapa kios di daerah. "Di daerah, penjualannya tak kalah besar. Dulu hanya 100 unit, sekarang bisa lebih dari 200 unit per bulan," kata Ivan. Rata-rata, harga ponsel yang dipasarkan di kios Ivan sekitar Rp 700.000 per unit.'
Ivan kian girang karena pemberlakukan Asean-China FTA (ACFTA) makin membuka peluang bagi ponsel murah asal China menyerbu pasar Indonesia. Kemungkinan masuknya ponsel black market atau yang sering disebut BM juga kian sedikit. "Barang yang masuk akan semakin bebas, pembeli semakin banyak pilihan, jelas ini menguntungkan konsumen," ujarnya.
Martono Jaya, Presiden Direktur PT Metrotech Jaya Komunika, distributor merek Nexian di Indonesia, melihat serbuan ponsel China sebagai hal yang lumrah. Umumnya, biaya produksi ponsel
G. Budi Setiawan, Manajer Penjualan Area Jabodetabek PT Golden Victory
"Era perdagangan bebas ini sangat menguntungkan kami selaku pengusaha ponsel pabrikan China," katanya.
Hengky Wijaya, pemilik kios Proseluler di Mal Ambasador, justru memilih melawan arus. Meski penjualan ponsel China di kiosnya naik, Hengky hanya menjatah porsi 10 persen untuk jumlah ponsel China di kiosnya. "Saya lebih baik mempertahankan pasar yang ada," jelasnya.
Dia mengambil langkah di ini dengan beberapa pertimbangan. Pertama, meski murah, pengurusan garansi ponsel China sedikit rumit. Kedua, menurutnya, ketersediaan spare part-nya masih minim, sehingga tak sedikit ponsel yang harus dibuang lantaran tak bisa diperbaiki.
Hengky yakin masih ada pembeli yang fanatik terhadap ponsel merek tertentu meski harganya lebih tinggi. Benar saja, Hartono, pembeli di kios miliknya sengaja tak memilih ponsel China meski fiturnya lumayan lengkap. "Lebih baik mahal sedikit, asal mantap pegangannya," ujarnya.
No comments:
Post a Comment