Di kedai makanan Aceh, Meutia, seorang pelayan terlihat sibuk mengangkat tinggi cangkir berisi teh susu dan menuangkannya ke dalam teko kaleng sehingga terlihat cairan kecokelatan itu seperti melayang di udara. Itulah yang dinamakan teh tarik, minuman andalan rumah makan yang ada di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, tersebut.
Teh tarik adalah minuman khas Malaysia yang biasanya dijual oleh para mamak (orang India Muslim) di Malaysia dan Singapura. Minuman ini berupa teh yang diberi susu kental manis yang dituangkan dari satu gelas ke gelas lainnya (ditarik).
Dalam proses penarikan ini, kandungan-kandungannya menjadi semakin tercampur rata dan aromanya keluar. Selain itu proses penarikan juga membantu mendinginkan minuman dan memberikan lapisan busa lembut di bagian atas, yang terbentuk karena adanya kandungan gula di dalam air teh. Minuman ini bisa disajikan panas maupun dingin.
Adapun menu makanan andalan rumah makan itu adalah mi aceh dengan berbagai variasi campuran yang bisa dipilih. Bisa pilih campur kepiting, udang, cumi, atau yang biasa saja. Tekstur mi agak besar dan berwarna kuning. Penjualnya membuat sendiri mi-nya, tanpa ada bahan pengawet atau bahan pewarna. Warna kuning didapatkan dari kunyit.
Mi aceh bisa diolah dengan digoreng, direbus, atau ditumis. Disebut mi tumis karena memasaknya dengan cara ditumis dan memakai kuah yang sangat sedikit atau nyemek. Semua mi dimasak dengan bumbu kemerahan.
Ada sedikit rasa pedas. Kalau pengunjung memesan mi kepiting, akan disajikan dengan kepiting yang masih utuh berikut cangkangnya. Selain itu juga diberi tambahan tauge, kol, tomat, dan daun bawang, seledri.
”Kalau kami banyak memakai bumbu merah, dengan kunyit dan cabai. Tapi ada juga yang memasaknya dengan bumbu putih. Itu biasanya untuk sayur, opor,” ujar Rusdi, salah seorang pegawai kedai Meutia.
Mi rebusnya terasa kental karena pemakaian bumbu yang banyak dan sama sekali tidak memakai santan. Kekentalannya diperoleh dari kemiri. Mi disajikan bersama acar bawang merah yang diiris tipis, timun, dan emping.
Daun temurui
Menu yang juga banyak dipesan orang adalah ayam tangkap. Wujudnya adalah ayam kampung yang dipotong-potong sebesar ibu jari, lalu digoreng hingga kering dan renyah. Supaya terasa empuk, ayam itu direndam dengan perasan air jeruk nipis selama satu jam.
Setelah itu direbus dengan air kelapa yang sudah tua yang dibubuhi bawah putih, sereh, dan jahe. Baru kemudian digoreng dengan campuran daun temurui (daun kari) dan cincangan daun pandan, sehingga renyah seperti keripik. Dalam sehari, rumah makan itu bisa memasak hingga 50 ekor ayam kampung, namun pada akhir pekan bisa lebih banyak.
”Setiap rumah orang Aceh selalu punya tanaman temurui. Juga orang Aceh yang tinggal di Jakarta. Biasanya digunakan pula untuk memasak ikan. Sebelumnya daun tersebut dibakar untuk membuat aromanya menjadi wangi. Bisa dikatakan fungsinya seperti daun jeruk,” jelas Rusdi.
Untuk memasak semua jenis masakan di rumah makan tersebut dibutuhkan kurang lebih setengah karung daun temurui setiap hari. Daun itu bisa dibeli juga di pasar tradisional di Pasarminggu dan Sawangan.
Di rumah makan itu disediakan 45 jenis makanan yang bisa dipilih sesuai dengan keinginan. Makanan tersebut dipajang di dalam panci yang di bawahnya ada api yang selalu menyala, sehingga membuat makanan tetap hangat. Semuanya diletakkan di meja panjang dan etalase.
Kedai Meutia
Jalan Raya Bendungan Hilir Kav 6A No 16
Jakarta Pusat
Jam buka: 08.00-22.00
Teh tarik adalah minuman khas Malaysia yang biasanya dijual oleh para mamak (orang India Muslim) di Malaysia dan Singapura. Minuman ini berupa teh yang diberi susu kental manis yang dituangkan dari satu gelas ke gelas lainnya (ditarik).
Dalam proses penarikan ini, kandungan-kandungannya menjadi semakin tercampur rata dan aromanya keluar. Selain itu proses penarikan juga membantu mendinginkan minuman dan memberikan lapisan busa lembut di bagian atas, yang terbentuk karena adanya kandungan gula di dalam air teh. Minuman ini bisa disajikan panas maupun dingin.
Adapun menu makanan andalan rumah makan itu adalah mi aceh dengan berbagai variasi campuran yang bisa dipilih. Bisa pilih campur kepiting, udang, cumi, atau yang biasa saja. Tekstur mi agak besar dan berwarna kuning. Penjualnya membuat sendiri mi-nya, tanpa ada bahan pengawet atau bahan pewarna. Warna kuning didapatkan dari kunyit.
Mi aceh bisa diolah dengan digoreng, direbus, atau ditumis. Disebut mi tumis karena memasaknya dengan cara ditumis dan memakai kuah yang sangat sedikit atau nyemek. Semua mi dimasak dengan bumbu kemerahan.
Ada sedikit rasa pedas. Kalau pengunjung memesan mi kepiting, akan disajikan dengan kepiting yang masih utuh berikut cangkangnya. Selain itu juga diberi tambahan tauge, kol, tomat, dan daun bawang, seledri.
”Kalau kami banyak memakai bumbu merah, dengan kunyit dan cabai. Tapi ada juga yang memasaknya dengan bumbu putih. Itu biasanya untuk sayur, opor,” ujar Rusdi, salah seorang pegawai kedai Meutia.
Mi rebusnya terasa kental karena pemakaian bumbu yang banyak dan sama sekali tidak memakai santan. Kekentalannya diperoleh dari kemiri. Mi disajikan bersama acar bawang merah yang diiris tipis, timun, dan emping.
Daun temurui
Menu yang juga banyak dipesan orang adalah ayam tangkap. Wujudnya adalah ayam kampung yang dipotong-potong sebesar ibu jari, lalu digoreng hingga kering dan renyah. Supaya terasa empuk, ayam itu direndam dengan perasan air jeruk nipis selama satu jam.
Setelah itu direbus dengan air kelapa yang sudah tua yang dibubuhi bawah putih, sereh, dan jahe. Baru kemudian digoreng dengan campuran daun temurui (daun kari) dan cincangan daun pandan, sehingga renyah seperti keripik. Dalam sehari, rumah makan itu bisa memasak hingga 50 ekor ayam kampung, namun pada akhir pekan bisa lebih banyak.
”Setiap rumah orang Aceh selalu punya tanaman temurui. Juga orang Aceh yang tinggal di Jakarta. Biasanya digunakan pula untuk memasak ikan. Sebelumnya daun tersebut dibakar untuk membuat aromanya menjadi wangi. Bisa dikatakan fungsinya seperti daun jeruk,” jelas Rusdi.
Untuk memasak semua jenis masakan di rumah makan tersebut dibutuhkan kurang lebih setengah karung daun temurui setiap hari. Daun itu bisa dibeli juga di pasar tradisional di Pasarminggu dan Sawangan.
Di rumah makan itu disediakan 45 jenis makanan yang bisa dipilih sesuai dengan keinginan. Makanan tersebut dipajang di dalam panci yang di bawahnya ada api yang selalu menyala, sehingga membuat makanan tetap hangat. Semuanya diletakkan di meja panjang dan etalase.
Kedai Meutia
Jalan Raya Bendungan Hilir Kav 6A No 16
Jakarta Pusat
Jam buka: 08.00-22.00
No comments:
Post a Comment