Kompas.com - Sup kikil sapi yang dihidangkan dengan lontong bisa menggoda selera. Kikil, atau kulit kaki sapi yang empuk, dengan kuah hangat kental beraroma rempah menjadi andalan depot Kikil Sapi Waru Jaya, Sidoarjo, Jawa Timur.
Depot Kikil Sapi Waru Jaya berukuran sekitar 3 x 7 meter berada di Jalan S Parman, Waru, Sidoarjo, Jawa Timur, dekat jalan layang Waru. Sup kikil ini terasa istimewa karena kikilnya empuk betul. Hanya dengan sedikit kunyahan, kikil yang biasanya kenyal digigit itu terasa empuk, larut dalam rasa gurih.
Kikil yang lunak atau lembut itulah salah satu keunggulan masakan Kikil Sapi Waru Jaya. Kelembutan dan segarnya kuah membuat konsumen selalu ingin singgah meski harus menerobos kemacetan Jalan Achmad Yani, Surabaya, terutama pada jam pulang kerja di sore hari. ”Pokoknya enak, empuk, jadi tinggal disantap sampai tuntas,” begitu kata seorang penikmat.
Tauvik (47), penikmat sup kikil dari Kenjeran, Surabaya, telah menjadi pelanggan tetap sejak tahun 2001. Bagi karyawan swasta ini, rasa kuah kikil semakin enak jika disiram dengan air jeruk nipis yang sudah siap di botol, plus kecap manis.
Pelanggan setia lain, Arman (30), menyukai sup kikil di depot tersebut karena kikil benar-benar dari bagian kaki sapi. Ia perlu memberi keterangan kata ”benar-benar” karena menyangkut otentisitas rasa kikil.
”Kikil sama sekali tidak dicampur dengan kulit sapi bagian lain. Rasanya memang pas di lidah. Tanpa ada tambahan jeruk nipis, sambal, atau kecap saja sudah sedap,” ucapnya.
Soal jeruk nipis sebagai penambah rasa tentu tergantung selera masing-masing orang. Jika ingin menambah rasa pedas, konsumen juga bebas menambahkan sambal yang terasa enak karena dicampur kacang tanah.
”Sebenarnya bumbu dasar sama aja dengan (pembuat kikil) yang lain, tapi ada bumbu tertentu yang kami tambahkan sehingga kuah terasa segar,” begitu kata Endang Suciati, pengelola Kikil Sapi Waru Jaya, tanpa menyebut bumbu khusus tersebut. Soal sambal pun tidak hanya bumbu dasar cabai dan bawang merah, tetapi ditambah dengan kacang tanah sehingga terasa gurih.
Proses bertahap
Depot Kikil Sapi Waru Jaya didirikan oleh pasangan Karmani (70) dan Samsu (77) sejak 30 tahun lalu. Soal rasa memang mereka jaga betul. Kini mereka mulai menurunkan ilmunya kepada Endang Suciati (44), putri tunggal mereka. Namun, Karmani masih tetap terjun langsung ke dapur di pagi hari dan ke depot setiap sore.
Sehari-hari, sebanyak 25 pasang kikil mulai diolah sejak pagi. Supaya lunak betul dan tidak amis, proses memasaknya dilakukan beberapa tahap. Awalnya, kaki sapi yang disediakan peternak Sidoarjo, Lamongan, atau Mojokerto itu direbus setengah matang selama sekitar dua jam. Perebusan ini untuk memudahkan pembersihan bagian kulit di kaki sapi.
Setelah bersih, air rebusan dibuang. Kikil dipotong-potong dan dicuci bersih. Barulah kikil dimasak dengan bumbu-bumbu lengkap. Beberapa bumbu utama, diakui Endang, sama saja dengan komposisi sup kikil di depot lain, yaitu bawang merah, cabai merah, jahe, kunyit, bawang putih, sereh, daun jeruk, serta daun bawang untuk pemanis.
”Kalau cabai mahal, kadang ibu saya menggunakan cabai merah keriting, tapi tetap dicampur dengan cabai rawit agar warna kuah tidak terlalu merah. Rasa juga lebih sedap jika cabai tidak didominasi cabai merah keriting. Soal bumbu utama sama saja, tapi tetap hasilnya beda,” tutur Endang meyakinkan.
Tahap memasak kikil juga tidak sebentar. Proses kikil masih memerlukan sekitar empat jam sampai kikil empuk betul dan bumbu benar-benar meresap. Proses memasak kikil sudah berlangsung sejak pagi sehingga ketika warung buka, konsumen benar-benar menikmati hangatnya kuah kikil. Alhasil, sup kikil juga benar-benar empuk dan rempah merasuk sempurna.
Kikil Sapi Waru Jaya buka sejak pukul 16.00 sampai sekitar pukul 22.00 atau 22.30. Daya tampung tempat santap ini hanya sekitar 15 orang. Itu sudah termasuk meja yang ditata di trotoar. Konsumen yang makan di tempat pun tak bisa berlama-lama menikmati kikil karena antrean sudah panjang, terutama pada jam pulang kerja.
”Begitu selesai makan, ya langsung angkat kaki karena sudah banyak yang hendak makan juga. Warung ini tidak cocok untuk acara makan sambil ngobrol. Tapi, memang hanya untuk menyantap kikil,” kata Dewi (25), pegawai Pemerintah Kota Surabaya, yang menjadi pelanggan.
Pemburu rasa memang tidak perlu berpanjang-panjang omong.
No comments:
Post a Comment