Kompas.com - Apakah makanan khas Depok? Jika dilihat dari sejarahnya, maka bisa jadi kuliner satu ini merupakan makanan khas Depok. Kentang tumbuk diisi daging dan dibumbui rempah-rempah, lalu dipanggang. Jadilah, Perkedel Bakar.
Berbeda dengan perkedel kentang yang umumnya biasa dikonsumsi orang Indonesia, yaitu adonan dibuat bola-bola kemudian digoreng. Perkedel Bakar diletakkan di loyang kaca dan dioven.
Selintas, makanan ini ibarat menu-menu barat. Memang, Perkedel Bakar tak bisa lepas dari pengaruh Belanda. Pun, sejarah Depok sangat erat kaitannya dengan Belanda. Tak heran, istilah "Belanda Depok" begitu tenar hingga saat ini.
Nah, untuk mengetahui asal-usul Perkedel Bakar, maka perlu juga diketahui kisah tentang "Belanda Depok" atau lebih pantas disebut "Komunitas Orang Depok". Mereka adalah orang-orang pertama yang mendiami Depok.
Ada anggapan bahwa orang-orang yang disebut "Belanda Depok" adalah keturunan Belanda yang menetap di Depok. Sebenarnya, sejarah Depok tak lepas dari sosok Cornelis Chastelein. Ia adalah pejabat VOC yang membeli beberapa lahan, salah satunya Depok.
Depok digarap menjadi perkebunan kopi, lada, kelapa, dan bambu. Tentu saja, Chastelein memerlukan tenaga kerja untuk menggarap perkebunan ini. Ia pun mendatangkan tenaga kerja atau budak dari berbagai daerah dan menempatkan mereka di Depok.
Namun, uniknya, Chastelein memberlakukan budak tak seperti kebanyakan orang Belanda saat itu. "Dia malah memerdekakan para budak dan membagi-bagikan lahan garapan kepada para budak ini," tutur Yano Jonathans, seorang keturunan "Komunitas Orang Depok" sekaligus anggota Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein.
Dalam surat wasiat Chastelein tertanggal 13 Maret 1714, disebutkan bahwa setelah ia wafat maka seluruh tanah menjadi milik 150 budak. Para budak ini sebelumnya telah menganut Agama Kristen.
Saat itu, hanya ada satu nama keluarga atau marga di antara budak tersebut yang menjadi ahli waris Chastelein. Nama marga Depok itu adalah Soedira. Perkembangan selanjutnya di abad ke-19, para ahli waris menggunakan nama depan mereka sebagai marga.
Hingga kini, ada 12 marga yang merupakan keturunan ahli waris Chastelein. Mereka adalah Bacas, Isakh, Jacob, Jonathans, Josep, Laurens, Leander, Loen, Samuel, Soedira, Tholense, dan Zadokh. Mereka inilah orang-orang Depok asli dan menyebut diri sebagai "Komunitas Orang Depok".
Karena di masa awal-awalnya mereka hidup dalam lingkungan Kristen dan tradisi Belanda, orang-orang Depok asli mengadopsi budaya Belanda di kehidupan sehari-hari. Mulai dari bahasa yang dituturkan adalah Bahasa Belanda sampai makanannya pun makanan Belanda.
Jangan heran, walau mukanya muka orang Indonesia, tetapi mereka biasa makan roti dan keju sebagai sarapan. Pun saling bertegur sapa dalam Bahasa Belanda. Menurut Moesje Yonathan, seorang keturunan marga Yonathan, sampai saat ini pun mereka masih terbiasa bertutur dalam Bahasa Belanda.
Kulineran ala Belanda
Kembali ke menu Perkedel Bakar. Siang itu, saya mendapatkan kesempatan dijamu oleh Moesje Yonathan untuk mencicipi aneka kuliner khas "Komunitas Orang Depok". Bersama-sama komunitas Love Our Heritage, saya bersiap-siap mencicipi Perkedel Bakar.
Aroma cengkeh menyeruak dari loyang. Moesje, sang juru masak, menuturkan, sebenarnya resepnya seperti perkedel kentang pada umumnya. Bedanya adalah menggunakan cengkeh dan lada. Sehingga aromanya begitu khas.
"Sapi dicincang, campur dengan kentang tumbuk, lada, cengkeh, susu, dan telur," tutur Moesje.
Penggunaan susu juga hal yang membedakan perkedel ini. Rasanya lebih gurih dan berpadu tepat antara kelembutan kental dan daging sapi cincang. Moesje sendiri mengaku ada beberapa orang di komunitasnya yang masih bisa memasak Perkedel Bakar maupun kuliner khas lainnya.
"Saya belajar dari mama saya. Kami tidak punya resep tertulis. Semua dipelajari turun temurun. Saya sudah bisa masak sejak remaja," katanya.
Selain Perkedel Bakar, Moesje juga menyediakan Sla dan Macaroni Schotel. Salad atau dalam Bahasa Belanda disebut Sla ini memiliki ciri khas berwarna merah menyala karena menggunakan bit. Selain bit, isiannya adalah kentang goreng, nanas, wortel, buncis, dan timun.
"Kalau untuk sausnya pakai telur, mentega, dan bawang bombai, dimasak lalu dicampur tepung maizena supaya mengental," tutur Moesje.
Berbeda dengan perkedel kentang yang umumnya biasa dikonsumsi orang Indonesia, yaitu adonan dibuat bola-bola kemudian digoreng. Perkedel Bakar diletakkan di loyang kaca dan dioven.
Selintas, makanan ini ibarat menu-menu barat. Memang, Perkedel Bakar tak bisa lepas dari pengaruh Belanda. Pun, sejarah Depok sangat erat kaitannya dengan Belanda. Tak heran, istilah "Belanda Depok" begitu tenar hingga saat ini.
Nah, untuk mengetahui asal-usul Perkedel Bakar, maka perlu juga diketahui kisah tentang "Belanda Depok" atau lebih pantas disebut "Komunitas Orang Depok". Mereka adalah orang-orang pertama yang mendiami Depok.
Ada anggapan bahwa orang-orang yang disebut "Belanda Depok" adalah keturunan Belanda yang menetap di Depok. Sebenarnya, sejarah Depok tak lepas dari sosok Cornelis Chastelein. Ia adalah pejabat VOC yang membeli beberapa lahan, salah satunya Depok.
Depok digarap menjadi perkebunan kopi, lada, kelapa, dan bambu. Tentu saja, Chastelein memerlukan tenaga kerja untuk menggarap perkebunan ini. Ia pun mendatangkan tenaga kerja atau budak dari berbagai daerah dan menempatkan mereka di Depok.
Namun, uniknya, Chastelein memberlakukan budak tak seperti kebanyakan orang Belanda saat itu. "Dia malah memerdekakan para budak dan membagi-bagikan lahan garapan kepada para budak ini," tutur Yano Jonathans, seorang keturunan "Komunitas Orang Depok" sekaligus anggota Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein.
Dalam surat wasiat Chastelein tertanggal 13 Maret 1714, disebutkan bahwa setelah ia wafat maka seluruh tanah menjadi milik 150 budak. Para budak ini sebelumnya telah menganut Agama Kristen.
Saat itu, hanya ada satu nama keluarga atau marga di antara budak tersebut yang menjadi ahli waris Chastelein. Nama marga Depok itu adalah Soedira. Perkembangan selanjutnya di abad ke-19, para ahli waris menggunakan nama depan mereka sebagai marga.
Hingga kini, ada 12 marga yang merupakan keturunan ahli waris Chastelein. Mereka adalah Bacas, Isakh, Jacob, Jonathans, Josep, Laurens, Leander, Loen, Samuel, Soedira, Tholense, dan Zadokh. Mereka inilah orang-orang Depok asli dan menyebut diri sebagai "Komunitas Orang Depok".
Karena di masa awal-awalnya mereka hidup dalam lingkungan Kristen dan tradisi Belanda, orang-orang Depok asli mengadopsi budaya Belanda di kehidupan sehari-hari. Mulai dari bahasa yang dituturkan adalah Bahasa Belanda sampai makanannya pun makanan Belanda.
Jangan heran, walau mukanya muka orang Indonesia, tetapi mereka biasa makan roti dan keju sebagai sarapan. Pun saling bertegur sapa dalam Bahasa Belanda. Menurut Moesje Yonathan, seorang keturunan marga Yonathan, sampai saat ini pun mereka masih terbiasa bertutur dalam Bahasa Belanda.
Kulineran ala Belanda
Kembali ke menu Perkedel Bakar. Siang itu, saya mendapatkan kesempatan dijamu oleh Moesje Yonathan untuk mencicipi aneka kuliner khas "Komunitas Orang Depok". Bersama-sama komunitas Love Our Heritage, saya bersiap-siap mencicipi Perkedel Bakar.
Aroma cengkeh menyeruak dari loyang. Moesje, sang juru masak, menuturkan, sebenarnya resepnya seperti perkedel kentang pada umumnya. Bedanya adalah menggunakan cengkeh dan lada. Sehingga aromanya begitu khas.
"Sapi dicincang, campur dengan kentang tumbuk, lada, cengkeh, susu, dan telur," tutur Moesje.
Penggunaan susu juga hal yang membedakan perkedel ini. Rasanya lebih gurih dan berpadu tepat antara kelembutan kental dan daging sapi cincang. Moesje sendiri mengaku ada beberapa orang di komunitasnya yang masih bisa memasak Perkedel Bakar maupun kuliner khas lainnya.
"Saya belajar dari mama saya. Kami tidak punya resep tertulis. Semua dipelajari turun temurun. Saya sudah bisa masak sejak remaja," katanya.
Selain Perkedel Bakar, Moesje juga menyediakan Sla dan Macaroni Schotel. Salad atau dalam Bahasa Belanda disebut Sla ini memiliki ciri khas berwarna merah menyala karena menggunakan bit. Selain bit, isiannya adalah kentang goreng, nanas, wortel, buncis, dan timun.
"Kalau untuk sausnya pakai telur, mentega, dan bawang bombai, dimasak lalu dicampur tepung maizena supaya mengental," tutur Moesje.
Nah, Macaroni Schotel tentu sudah tak asing. Keju dan makaroni panggang ini memang makanan yang sudah umum di lidah orang Indonesia. Lalu apa bedanya? Menurut Moesje, keju yang dipakai haruslah keju edam.
Sejak dulu, Macaroni Schotel buatan komunitas ini seperti resep asli dari Belanda, yaitu harus menggunakan keju jenis edam. Keju edam memang berasal dari Belanda. Ia memiliki rasa yang gurih namun tak terlalu tajam, lembut, dan tak terlalu bau. Bentuknya bulat dan berwarna kuning, sementara kulitnya berwarna merah.
Sayangnya, belum ada tempat makan yang menjual makanan-makanan khas "Komunitas Orang Depok". Walau Moesje mengaku ia biasa menerima pesanan.
Jika Anda berminat, tanggal 28 Juni 2014, Anda bisa bertandang ke kantor sekretariat Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein di Jalan Pemuda Nomor 27, Depok. Sebab, dalam rangka perayaan Ulang Tahun Kota Depok, pihak yayasan menggelar bazaar yang juga menyediakan beberapa makanan khas "Komunitas Orang Depok".
Sejak dulu, Macaroni Schotel buatan komunitas ini seperti resep asli dari Belanda, yaitu harus menggunakan keju jenis edam. Keju edam memang berasal dari Belanda. Ia memiliki rasa yang gurih namun tak terlalu tajam, lembut, dan tak terlalu bau. Bentuknya bulat dan berwarna kuning, sementara kulitnya berwarna merah.
Sayangnya, belum ada tempat makan yang menjual makanan-makanan khas "Komunitas Orang Depok". Walau Moesje mengaku ia biasa menerima pesanan.
Jika Anda berminat, tanggal 28 Juni 2014, Anda bisa bertandang ke kantor sekretariat Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein di Jalan Pemuda Nomor 27, Depok. Sebab, dalam rangka perayaan Ulang Tahun Kota Depok, pihak yayasan menggelar bazaar yang juga menyediakan beberapa makanan khas "Komunitas Orang Depok".
No comments:
Post a Comment