Dec 13, 2010

Martabak Si Pemanja Lidah

Kompas.com - Martabak mudah dijumpai di berbagai daerah di Indonesia, dengan berbagai modifikasinya. Martabak juga menjadi pemanja lidah dan pengganjal perut favorit di malam hari.

Permainan rangsangan terhadap produksi air liur seperti sudah dimulai sejak martabak dibuat. Bagaimana tidak, cobalah cermati urutan pembuatannya yang atraktif, aromanya yang meruap saat dimasak di atas api, sampai ketika si martabak dipotong-potong dengan suara kres, kres, kres....

Salah satu martabak yang awet eksis selama lebih dari 30 tahun di Jakarta adalah Martabak AA. Lokasinya menempati sebuah warung sederhana di Jalan Minangkabau, Jakarta Selatan, tak jauh dari kawasan Manggarai dan Jalan Saharjo. Saat ini, boleh jadi sudah ada ratusan penjual martabak di seantero Jakarta. Namun, pada akhir 1970’an, pelopor popularitas martabak telur dan martabak manis di Jakarta boleh dibilang adalah Martabak AA yang awalnya berlokasi di Jalan Saharjo, di depan Kompleks Akabri.

”Almarhum papa senang banget cari makanan enak dan tahu tempat-tempat makanan enak di Jakarta. Dan, sejak dulu kalau cari martabak ke sini,” cerita Zilda Ayu Ramadia (22), pelanggan Martabak AA, sembari menunggu pesanan martabaknya.

Apa ”rahasia” kelanggengan Martabak AA? Surya Jaya Tusin (53), pendirinya, mengatakan, olahan martabaknya cukup mengandalkan pada kualitas bahan-bahan dasar. Mulai dari terigu, daging, cokelat beras, hingga minyak untuk menggoreng menggunakan bahan yang sebaik mungkin. Minyak untuk menggoreng martabak, misalnya, menggunakan minyak kelapa yang, meski lebih mahal, tetapi memberi rasa yang memang lebih enak pada masakan. Cokelat beras yang digunakannya untuk martabak manis juga tidak terasa getir di lidah dan kerongkongan.

”Daging sapi yang digunakan adalah daging di bagian paha,” kata Surya, pria asal Palembang, Sumatera Selatan.

Meski menggunakan bahan-bahan dasar terbaik, harga martabak AA terbilang kompetitif. Martabak manis spesial (dengan mentega Wisman) dipasang harga Rp 38.000. Adapun varian rasa untuk isian martabak manis mulai dari cokelat, kacang, wijen, keju, dan kombinasi campuran. Sementara, untuk martabak telur, berisi daging sapi atau ayam.

Jika mengamati proses pembuatannya, tampak sekali martabak yang dibuat tidak irit bahan. Pemasak, misalnya, tak ragu menyendok banyak-banyak cincangan daging tumis dalam campuran telur, cincangan bawang bombay, dan daun bawang. Kulit martabak juga baru dibuat setelah dipesan.

Sementara rasa martabak manis spesial berisi cokelat, kacang, dan wijen tak kalah istimewa. Daging tebal martabak yang kekuningan terasa empuk, lembab, tetapi tak berminyak berlebihan. Paduan gurih dan manis amat pas. Seusai melahap sepotong, mulut tak perlu berlepotan minyak.

Teh jahe

Martabak legendaris lainnya yang telah lama beroperasi adalah Martabak HAR, yang awalnya populer di Palembang, Sumatera Selatan, yang didirikan oleh almarhum Haji Abdul Razak—lalu menjadi inisial HAR—pada tahun 1947 di Palembang. Sejak tahun 2006, Martabak HAR membuka cabang di Jakarta, tepatnya di Jalan Hayam Wuruk 19, Jakarta Pusat.

Martabak HAR mengadaptasi kekayaan kuliner India. Sebagian besar variannya adalah jenis martabak asin (telur) dengan pilihan daging sapi atau kambing. Kekhasannya, martabak dinikmati dengan kuah kari yang terasa amat berempah. Alternatif lainnya adalah martabak sayur, yang hanya bersisi adonan telur bebek, cincangan bawang bombay, dan daun bawang.

Martabak HAR memang menggunakan telur bebek, yang membuat ketebalan martabak lebih stabil ketimbang jika memakai telur ayam. Martabak dengan telur ayam saat dimasak akan mengembang, tetapi ketika sudah mendingin cenderung menyusut.

Kekayaan rasa Martabak HAR amat cocok ketika dinikmati bersama teh halia atau teh jahe yang hangat. Menurut Muhammad Syarif (28), salah satu pengelola, teh halia terbuat dari teh yang agak sepat diseduh dengan air jahe pekat, lalu dicampur susu segar secukupnya. ”Subhanallah, mantab!” seru Dewi Kurniawati (33), salah seorang pengunjung seusai menikmati beberapa potong martabak kambing dan menyeruput teh jahe hangat.

No comments:

Post a Comment