Tempo.co - Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, mengeluarkan kebijakan yang nyeleneh ihwal jam operasional rumah makan selama Ramadan. Sementara di daerah lain rumah-rumah makan dilarang buka pada siang hari, di Purwakarta justru dipersilakan beroperasi selama 24 jam.
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengatakan kebijakannya memberi kelonggaran kepada pemilik warung untuk buka nonstop itu dia namai “Ramadan Toleran”. "Kami ingin tetap menjunjung tinggi sikap toleran, termasuk saat Ramadan," katanya kepada Tempo, Senin, 6 Juni 2016.
Buat mengkampanyekan Ramadan Toleran, Dedi mengaku sudah mencetak banner 500 buah untuk dipasang di setiap restoran dan pusat-pusat keramaian. "Pemasangannya dimulai hari ini (hari pertama puasa)," ujarnya.
Dedi mengaku tak khawatir kebijakan itu bakal dihujat orang-orang yang tak setuju. Menurut dia, pemasangan banner merupakan bagian dari pengamalan dan penghormatan atas hak asasi manusia. "Kan Purwakarta sudah ditahbiskan sebagai kabupaten toleran oleh Komnas HAM," ujarnya.
Dedi juga siap tidak populer atas sikapnya yang terkesan menentang arus itu. "Sama sekali enggak ada masalah buat saya mah (bila tidak populer)," ujarnya.
Di salah satu rumah makan di Jalan Sudirman yang gerainya belum dibuka, Tempo mendapati banner yang sudah terpasang. Isi pesan yang disampaikan adalah: Ramadhan Toleran, anda dipersilakan makan dan minum seperti biasa. Apabila nonmuslim, dalam keadaan sakit, dalam keadaan hamil, sedang menyusui, sedang datang bulan (menstruasi), bnak (belum dewasa), dalam keadaan uzur (usia lanjut), dalam perjalanan jauh (musafir), sakit ingatan (gila). Khusus poin sembilan kami siapkan ambulance dan perawatan untuk mengantar anda ke rumah sakit jiwa.
Lalu disambung dengan tulisan: silakan hubungi SEMAR (Safety Emergency Medical Ambulance Rescue) melalui aplikasi dokter online dan SMS Center 0812129775. Tulisan terakhir dalam banner tersebut berbunyi: Hormatilah orang yang berpuasa dan orang yang tidak berpuasa.
Salah seorang warga Purwakarta, Winarsih, mengaku terkejut atas pemasangan banner Ramadan Toleran di setiap rumah makan dan tempat keramaian itu. "Isinya itu lho, seolah-olah siapa pun dibolehkan tidak berpuasa. Tapi, setelah dibaca saksama, ternyata mereka yang dibolehkan buka puasa, ya, orang Islam," katanya.
Ia menilai pesan untuk menghormati orang berpuasa melalui spanduk atau pamflet tidak harus dilakukan secara serius atau statis. Cara seperti banner Ramadan Toleran, kata dia, malah lebih bagus dan jenaka. "Pokoknya keren deh," ujarnya.
Buat mengkampanyekan Ramadan Toleran, Dedi mengaku sudah mencetak banner 500 buah untuk dipasang di setiap restoran dan pusat-pusat keramaian. "Pemasangannya dimulai hari ini (hari pertama puasa)," ujarnya.
Dedi mengaku tak khawatir kebijakan itu bakal dihujat orang-orang yang tak setuju. Menurut dia, pemasangan banner merupakan bagian dari pengamalan dan penghormatan atas hak asasi manusia. "Kan Purwakarta sudah ditahbiskan sebagai kabupaten toleran oleh Komnas HAM," ujarnya.
Dedi juga siap tidak populer atas sikapnya yang terkesan menentang arus itu. "Sama sekali enggak ada masalah buat saya mah (bila tidak populer)," ujarnya.
Di salah satu rumah makan di Jalan Sudirman yang gerainya belum dibuka, Tempo mendapati banner yang sudah terpasang. Isi pesan yang disampaikan adalah: Ramadhan Toleran, anda dipersilakan makan dan minum seperti biasa. Apabila nonmuslim, dalam keadaan sakit, dalam keadaan hamil, sedang menyusui, sedang datang bulan (menstruasi), bnak (belum dewasa), dalam keadaan uzur (usia lanjut), dalam perjalanan jauh (musafir), sakit ingatan (gila). Khusus poin sembilan kami siapkan ambulance dan perawatan untuk mengantar anda ke rumah sakit jiwa.
Lalu disambung dengan tulisan: silakan hubungi SEMAR (Safety Emergency Medical Ambulance Rescue) melalui aplikasi dokter online dan SMS Center 0812129775. Tulisan terakhir dalam banner tersebut berbunyi: Hormatilah orang yang berpuasa dan orang yang tidak berpuasa.
Salah seorang warga Purwakarta, Winarsih, mengaku terkejut atas pemasangan banner Ramadan Toleran di setiap rumah makan dan tempat keramaian itu. "Isinya itu lho, seolah-olah siapa pun dibolehkan tidak berpuasa. Tapi, setelah dibaca saksama, ternyata mereka yang dibolehkan buka puasa, ya, orang Islam," katanya.
Ia menilai pesan untuk menghormati orang berpuasa melalui spanduk atau pamflet tidak harus dilakukan secara serius atau statis. Cara seperti banner Ramadan Toleran, kata dia, malah lebih bagus dan jenaka. "Pokoknya keren deh," ujarnya.
No comments:
Post a Comment