Kompas.com - Keberadaan anoa di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, selama lima tahun terakhir sulit dilacak. Padahal, binatang ini merupakan satwa endemik sekaligus maskot SulawesiTenggara. Dulunya, habitat hewan ini berada di kawasan hutan lindung Kabupaten Kolaka dan Kolaka Utara.
Kepala Kantor Seksi Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Resort Kolaka Sinyo mengatakan, alih fungsi hutan secara besar-besaran membuat populasi anoa berkurang. ”Dalam lima tahun terakhir memang populasi binatang endemik kita ini menurun secara drastis. Pengalihan kawasan hutan lindung menjadi hutan produksi pada lima tahun terakhir secara besar-besaran oleh pemda Kolaka dan Kolaka Utara adalah penyebab utamanya,” ungkapnya, Selasa (29/5/2012).
Sinyo menambahkan, rusaknya habitat anoa di pegunungan memaksa bintang ini masuk ke kebun atau permukiman warga. ”Karena habitatnya rusak, mereka ini (anoa) turun ke kebun dan permukiman warga untuk mencari makan. Parahnya, anoa kerap kali dianggap sebagai ancaman oleh warga yang bermukim di kaki Gunung Mekongga yang merupakan habitat asli binatang ini. Untuk mengurangi risiko diserang anoa, warga pun memasang jerat untuk anoa,” tuturnya.
Lebih lanjut Sinyo mengatakan, permasalahan ini merupakan faktor dari terancam punahnya binatang endemik sekaligus maskot Sulawesi Tenggara ini. Yang juga menjadi masalah, menjelang hari raya Idul Fitri, hewan ini menjadi hewan buruan untuk diambil dagingnya lalu dijual ke pasar secara bebas.
Seorang warga yang bermukim di Desa Ulunggulaka, Mulyadi, mengatakan, ia kerap mendapati anoa yang terperangkap di jerat miliknya. ”Biasanya, kan, kami pasang jerat untuk babi, tetapi setelah kami datangi yang kena itu anoa. Daging anoa ini kalau dijual bisa lebih mahal daripada daging sapi. Mungkin penyebabnya (anoa turun) karena hutan yang di atas itu sudah gundul,” paparnya.
Diperkirakan dalam lima tahun ke depan anoa yang merupakan binatang endemik dan maskot Sulawesi Tenggara akan punah.
Kepala Kantor Seksi Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Resort Kolaka Sinyo mengatakan, alih fungsi hutan secara besar-besaran membuat populasi anoa berkurang. ”Dalam lima tahun terakhir memang populasi binatang endemik kita ini menurun secara drastis. Pengalihan kawasan hutan lindung menjadi hutan produksi pada lima tahun terakhir secara besar-besaran oleh pemda Kolaka dan Kolaka Utara adalah penyebab utamanya,” ungkapnya, Selasa (29/5/2012).
Sinyo menambahkan, rusaknya habitat anoa di pegunungan memaksa bintang ini masuk ke kebun atau permukiman warga. ”Karena habitatnya rusak, mereka ini (anoa) turun ke kebun dan permukiman warga untuk mencari makan. Parahnya, anoa kerap kali dianggap sebagai ancaman oleh warga yang bermukim di kaki Gunung Mekongga yang merupakan habitat asli binatang ini. Untuk mengurangi risiko diserang anoa, warga pun memasang jerat untuk anoa,” tuturnya.
Lebih lanjut Sinyo mengatakan, permasalahan ini merupakan faktor dari terancam punahnya binatang endemik sekaligus maskot Sulawesi Tenggara ini. Yang juga menjadi masalah, menjelang hari raya Idul Fitri, hewan ini menjadi hewan buruan untuk diambil dagingnya lalu dijual ke pasar secara bebas.
Seorang warga yang bermukim di Desa Ulunggulaka, Mulyadi, mengatakan, ia kerap mendapati anoa yang terperangkap di jerat miliknya. ”Biasanya, kan, kami pasang jerat untuk babi, tetapi setelah kami datangi yang kena itu anoa. Daging anoa ini kalau dijual bisa lebih mahal daripada daging sapi. Mungkin penyebabnya (anoa turun) karena hutan yang di atas itu sudah gundul,” paparnya.
Diperkirakan dalam lima tahun ke depan anoa yang merupakan binatang endemik dan maskot Sulawesi Tenggara akan punah.
No comments:
Post a Comment